Mogok Kerja Diperbolehkan
Mogok kerja merupakan bentuk perlindungan buruh dalam hubungan ketenagakerjaan dengan syarat asal tidak melanggar aturan yang berlaku serta diikuti dengan pengumuman.
Salah satu hukum ketenagakerjaan sebagai dasar dari mogok kerja ditegaskan dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Dalam ketentuannya, telah memuat pengertian dari mogok kerja sebagai serangkaian kegiatan dari para pekerja atau buruh dirancang serta dilakukan dengan cara serempak atas perikatan pekerja atau buruh bertujuan menghalangi dan menghambat aktivitas kerja.
Baca juga: Perlindungan Hukum Bagi Buruh Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Penyebab Adanya Mogok Kerja
Di dalam dunia ketenagakerjaan terdapat sebuah ikatan ketenagakerjaan yang saling tergantung dari pekerja atau buruh atas pengusahanya. Sayangnya, dalam prakteknya cukup sulit dapat dihindari timbulnya perselisihan hubungan ketenagakerjaan. Seperti yang kita ketahui dalam mengatasi perselisihan terdapat berbagai macam upaya penyelesaian sengketa yang tidak terkecuali bagi hubungan dalam ketenagakerjaan.
Dalam hal penyelesaian sengketa hubungan ketenagakerjaan, perusahaan bertanggung jawab dalam menyelesaikan perselisihan yang timbul dengan mempertemukan serta merundingkan para pihak yang berselisih antara pekerja atau buruh dengan pengusaha. Namun, apabila dalam penyelesaiannya mengalami jalan buntu atau dalam perundingannya tidak menghasilkan kesepakatan maka pekerja atau buruh memiliki hak untuk mogok .
Selama ini, hak mogok kerja menjadi hak fundamental yang melekat bagi pekerja atau buruh yang harus dilindungi untuk memperoleh pemenuhan hak normatifnya. Sebagai bentuk perlindungan hak pekerja atau buruh untuk mogok kerja diperbolehkan asal mengikuti aturan yang berlaku. Dengan demikian, mogok dalam dunia kerja sebagai senjata bagi pekerja atau buruh yang dijumpai dalam praktek hubungan ketenagakerjaan.
Baca juga: Jejak Hukum Perburuhan di Indonesia
Kriteria Mogok Kerja yang Tidak Sah
Pada kenyataannya, pemogokan kerja dalam praktiknya tidak dapat dijalankan dengan bebas karena memiliki keterbatasan yang diatur dalam aturan yang berlaku terkait hukum ketenagakerjaan. Sebelumnya, dari pihak provokasi pemogokan kerja maupun pengikutnya harus mempertimbangkan hal yang diangkat berkaitan dengan kepentingan bersama dari serikat pekerja atau buruh lainnya.
Adapun perlindungan bagi pemogokok kerja yang sah terdapat di Bagian Kedelapan di Paragraf 2 tercantum di dalam UU Ketenagakerjaan. Sementara itu, kriteria pemogokan kerja yang tidak sah disebutkan secara tegas pada Pasal 3 KepMenaker Nomor 232/2003 sebagai aturan yang mengatur konsekuensi hukum atas pemogokan kerja yang dianggap tidak sah sebagai berikut:
- Jika terjadi tanpa adanya kegagalan dari perundingan;
- Dengan tanpa memberikan pengumuman bagi pengusaha maupun perusahaan yang berkewajiban di ruang lingkupnya;
- Apabila dalam pengumumannya dilakukan tidak lebih dari 7 hari sekiranya dalam terjadinya praktik pemogokan kerja dijalankan; dan
- Selain itu, pengumuman juga harus berpacu dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, yang telah dinyatakan sebelumnya.
Jadi, pada dasarnya pemogokan kerja akan anggap tidak sah bila dijalankan tidak sesuai dari ketentuan yang dinyatakan di atas. Maka dari itu, diluar dari ketentuan tersebut biasanya disebut sebagai “mogok kerja liar” atau “aksi mogok kerja ilegal” yang tentunya berorientasi dengan keburukan atau kegiatan negatif.
Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah
Dalam hal akibat atas hukum pemogokan kerja yang dianggap tidak sah itu apabila tidak sesuai dari ketentuan yang tercantum dalam KepMenaker Nomor 232/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah. Secara singkatnya, pekerja atau buruh yang terlibat dalam pemogokan kerja yang ilegal akan mendapatkan sanksi yang dianggap sebagai bentuk mangkir atau mengundurkan diri dari perusahaan.
Dalam konteks tersebut pertanyaannya adalah apakah tujuan dari adanya akibat atas hukum pemogokan kerja yang dianggap tidak sah? Dengan jawabannya, bagi persoalan ini bertujuan untuk menghindari pemogokan kerja yang tidak terkendali seperti menjurus ke dalam tindakan kekerasan yang anarkis. Bahkan untuk mencegah terjadinya pemogokan kerja yang bukan menyelesaikan perselisihan hubungan ketenagakerjaan, melainkan menambah permasalahan dengan mengganggu orang sekitar maupun antar sesama pekerja atau buruh yang tidak ikut serta dalam pemogokan kerja.
Perlu diketahui bahwa aksi mogok kerja yang seperti itulah yang pada akhirnya dapat mengganggu kepentingan maupun ketertiban umum yang mengarah pada tindakan kriminal. Oleh karena itu, sebagai pekerja atau buruh harus tepat dalam melakukan aksinya agar tidak termasuk dalam kategori pemogokan yang dapat dianggap tidak sah terhadap hukum ketenagakerjaan serta menghindari konsekuensinya.
Referensi
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor KEP. 232/MEN/2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja Yang Tidak Sah
Evangeline Fiona & Gunardi Lie, “Batas Maksimal Hak Mogok Kerja Berdasarkan Undang- Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”, Jurnal Hukum Adigama, Nomor 2, Volume 4, Desember 2021