Indonesia merupakan negara hukum yang berasas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ini mestinya dapat mengimplementasikan nilai-nilai hukum yang progresif dan berkeadilan. Nilai-nilai positif hukum seharusnya dapat tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Tertuang tegas pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini menimbulkan corak gagasan yang berbeda-beda oleh para ahli hukum, namun kebanyakan berkesimpulan bahwa hukum dapat membangun peradaban bagi kemasyarakatan.
Baca juga: Upaya Keseragaman Usia Dewasa dalam Undang-Undang: Berapakah?
“Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.” Ujar Prof. Jimly, Mantan Ketua MK.
Alih-alih melakukan reformasi, belakangan ini justru Indonesia diterpa kasus-kasus yang menyedihkan bagi kalangan praktisi hukum dan negara pada umumnya. Beberapa oknum penegak hukum di kepolisian bahkan di pengadilan tingkat Mahkamah Agung sekalipun menodai kesucian hukum.
Diawali dengan pembunuhan yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen. Ferdi Sambo kepada ajudannya Brigadir Joshua di kediaman pribadinya. Rentetan kasus dan penyelidikannya terus berjalan sampai saat ini dan semakin membuka tabir terangnya perkara. Puluhan anggota polisi aktif dan masyarakat sipil ikut andil dalam peristiwa ini dijadikan tersangka oleh penyidik.
Bahkan, oknum-oknum tersebut mayoritas berpangkat perwira menengah dan beberapa di antaranya merupakan perwira tinggi aktif polri. Sebagian dari mereka sudah dibebastugaskan dan dipecat dengan tidak hormat serta siap untuk disidangkan.
“Kasus ini kan menarik perhatian besar masyarakat dan adanya harapan besar ditangani dengan baik, profesional, dan transparan di tengah adanya kekhawatiran dugaan intervensi faktor-faktor non-hukum,” kata Barita, Ketua Komisi Kejaksaan.
Baca juga: Mengenal Deelneming, Concursus, dan Klachtdelict dalam Hukum Pidana Indonesia
Kasus berikutnya terjadi di wilayah Mahkamah Agung. Seorang Hakim Agung Sudrajad ditangkap-tangan oleh KPK karena dugaan kasus suap yang menerpa dirinya beserta 9 orang lainnya.
“Penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka, SD (Sudrajad Dimyati) hakim Agung pada Mahkamah Agung,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta.
Penyidik KPK menduga bahwa yang bersangkutan meminta dana sebesar 800 juta untuk menebus keinginan penyuap agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan kemauannya.
Kasus terbaru terjadi di Korps Bhayangkara yaitu seorang jenderal bintang dua yang segera dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur terjerat kasus narkoba.
Ironinya, belum lama dari kejadian ini dia beserta jajaran di Polda Sumbar telah berhasil mengungkap kasus peredaran narkoba terbesar di wilayahnya.
“Pengungkapan penyalahgunaan narkoba jenis sabu sebesar 41,4 kilogram ini adalah capaian terbesar dalam sejarah sejak berdirinya Polres Bukittinggi maupun Polda Sumatera Barat,” kata Teddy dalam keterangan pers di Mapolres Bukittinggi.
Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Satwa Yang Boleh Diburu dan Yang Tidak Boleh Diburu?
Naas, ia telah menyalahgunakan pangkat dan jabatannya dalam kepolisian sehingga saat ini sudah menjadi tersangka dalam kasus pengedaran narkoba.
“Tadi malam kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap Bapak TM sebagai saksi. Tadi siang kita sudah gelar perkara dengan Dir 4 Bareskrim Polri, Irwasda, Kadiv Propam, dan Ditkum. Yang mana sudah menetapkan Bapak TM sebagai tersangka untuk per siang tadi hasil gelar perkara,” ucap Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Mukti Juharsa dalam jumpa pers di Mapolres Jakarta Pusat.
Baca juga: MENGAPA HUKUM HARUS DITAATI? INI ALASANNYA
Keadaan yang kacau ini membuat lemahnya hukum di Indonesia dan berdampak negatif bagi masyarakat secara luas. Digaungkannya kembali reformasi hukum dengan tujuan mengembalikan marwah hukum yang suci tanpa noda dosa untuk tujuan yang mulia.
Sumber:
Jurnal PN. Gunung Sitoli, Gagasan Negara Hukum, Prof. Jimly Asshiddiqie, S.H.