PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Opini  

Rumusan Baru Pasal 27B UU ITE 2024

UU ITE 2024

Perubahan kedua pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi subjek yang menarik untuk dibahas.

Pasalnya, UU ITE yang baru diberlakukan tersebut masih mempertahankan pasal-pasal yang dianggap bermasalah di mana seharusnya dihilangkan, sebab dapat mengancam kebebasan masyarakat di dunia digital.

UU ITE 2024 

Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah ada sejak 2003 dan diresmikan pada 2008. Pada bulan Mei 2003, pemerintah memulai pembahasan mengenai rancangan Undang-Undang tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi serta rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pada tahun tersebut, perkembangan dunia digital mulai meluas dalam kehidupan masyarakat, hal ini tampak dari jumlah pengguna internet dan belanja online yang semakin masif.

Pemerintah yang memperhatikan kemajuan dunia digital, mempertimbangkan untuk membuat undang-undang yang mengatur segala sesuatu mengenai penggunaan teknologi komunikasi digital dan transaksi secara elektronik.

Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah berubah menjadi aturan hukum yang mengurus keamanan data pribadi, transaksi elektronik, keamanan transaksi elektronik, kekayaan intelektual, dan hak cipta di dunia digital.

Selain itu, UU ITE  juga memperluas dan mengganti dua peraturan hukum sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Telekomunikasi.

Pada tahun 2008, RUU ITE yang telah melalui beberapa sidang akhirnya diterima dan disahkan oleh DPR. Selanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan dan mengesahkan RUU ITE pada 21 April 2008 menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terbagi menjadi 13 Bab dengan total 53 Pasal.

Baca juga: Melangkah ke Depan Membalik Dampak UU ITE

Setelah diberlakukan, timbul masalah dan UU ITE menjadi trending topic pada tahun tersebut. Kasus Prita Mulyani menjadi yang pertama terjadi atas tuduhan pencemaran nama baik.

Nama Prita menjadi perbincangan publik usai dipidanakan akibat tersebarnya surat elektronik pribadi mengenai kritik pelayanan RS Omni. RS Omni yang tidak terima atas kritikan tersebut membawa Prita ke jalur hukum.

Persidangan berlangsung lama dan tidak mudah sampai Peninjauan Kembali. Di sisi lain, masyarakat banyak yang mendukung Prita dibebaskan hingga menggalang dana untuk membayar dendanya. Akhirnya, Prita diputuskan tidak bersalah dan dibebaskan.

Setelah kasus Prita tersebut, mulai banyak muncul kasus-kasus yang sama terkait tuduhan pencemaran nama baik. Dengan terjadinya hal tersebut, UU ITE perlu dikaji ulang agar tidak dipakai sebagai alat yang membatasi hak masyarakat.

UU ITE tersebut kemudian mengalami perubahan pada tahun 2016, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Revisi tersebut ternyata tidak memberikan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat.

Amnesty International melaporkan pada rentang tahun 2019-2022 terdapat 316 kasus kriminalisasi UU ITE dengan 332 korban. Adapun pasal yang sering digunakan sebagai kriminalisasi, yakni Pasal 27 (1), 27 (3), dan Pasal 28 (2) UU ITE .

Pada tahun 2024, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah mengalami revisi menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam UU ITE 2024 terdapat beberapa pasal yang diubah dan ditambahkan. Terdapat revisi sebelumnya 12 Pasal yang kini berubah 14 Pasal dan tambahan 5 Pasal baru.

Sayangnya, proses revisi yang dilakukan secara kurang transparan ini, membuat masyarakat kurang memiliki ruang dalam terlibat dan pengawasan publik.

Perubahan UU ITE 2024 tersebut menyebabkan pro kontra sebab masih mempertahankan pasal-pasal yang sering digunakan untuk mempidanakan. Tidak hanya itu, pasal baru yang ditambahkan juga dapat manambah permasalahan baru.

UU ITE 2024: Perbedaan Sebelum dan Sesudah Diubah

Revisi UU ITE menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua terhadap UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melibatkan modifikasi pada beberapa pasal, termasuk:

  1. Pembahasan Pasal 5 yang mengenai pengecualian ketentuan alat bukti elektronik.
  2. Pasal 13 yang mengatur tentang badan hukum penyelenggaraan sertifikat elektronik dan pengakuan timbal balik dalam sertifikasi elektronik.
  3. Pembasan pada Pasal 15 yang menyangkut kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik dalam tanggung jawab atas beroperasinya Sistem Elektronik yang mereka kelola.
  4. Pasal 17 tentang pemakaian tanda tangan digital dalam transaksi beresiko tinggi.
  5. Pasal 27 yang dibagi menjadi Pasal 27, 27A, dan 27B yang berkaitan dengan norma kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan, dan pengancaman.
  6. Pasal 28 yang ditambahkan dengan ketentuan mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian materil, penghasutan berdasarkan SARA, dan berita bohong yang menyebabkan kerusuhan.
  7. Pasal 29 yang mengatur tentang cyberbullying.
  8. Pasal 36 yang menangani pemberatan pidana karena timbulnya kerugian materiel.
  9. Pasal 45 dan Pasal 45A yang menetapkan pidana terhadap perbuatan yang dilarang.
  10. Pasal 40 yang mengatur peran pemerintah dalam pemutuan akses.
  11.  Pasal 43 tentang kewenangan penyidik PNS.
  12. Selain itu, ada penambahan pasal baru dalam UU ITE, termasuk:
  13. Pasal 13A tentang jenis layanan sertifikasi elektronik.
  14. Pasal 16A dan 16B yang menetapkan kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik dalam memberikan perlindungan kepada anak dalam transaksi elektronik dan sanksi administratif yang diberikan pada pelanggarannya.
  15. Pasal 18A yang mengatur penerapan hukum Indonesia dalam perjanjian internasional dengan klausula baku pada kondisi tertentu.
  16. Pasal 40A tentang tanggung jawab Pemerintah dalam mendorong terbentuknya ekosistem digital yang adil, aman, akuntabel, dan aktif.
  17. Terakhir, Pasal II yang mencabut ketentuan perbuatan yang dilarang yang sudah diatur dalam KUHP Baru.

Selain itu, ada penambahan pasal baru dalam UU ITE, termasuk:

  1. Pasal 13A tentang jenis layanan sertifikasi elektronik.
  2. Pasal 16A dan 16B yang menetapkan kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik dalam memberikan perlindungan kepada anak dalam transaksi elektronik dan sanksi administratif yang diberikan pada pelanggarannya.
  3. Pasal 18A yang mengatur penerapan hukum Indonesia dalam perjanjian internasional dengan klausula baku pada kondisi tertentu.
  4. Pasal 40A bertujuan untuk mendorong Pemerintah dalam memastikan terbentuknya lingkungan digital yang adil, aman, akuntabel, dan dinamis.
  5. Sementara itu, Pasal II menekankan pada pencabutan ketentuan tindakan yang dilarang yang telah diatur dalam revisi KUHP.

Dampak Positif dan Negatif Pasal 27B UU ITE 2024

Sebelumnya, Pasal 27 ayat 4 membahas mengenai tindakan ancaman dan pemerasan terdapat ketidakjelasan pasal dan duplikasi terhadap pengaturan UU ITE 2024. Sedangkan, dalam KUHP pemerasan dan pengancaman memiliki makna yang berbeda serta dimuat dalam pasal yang tidak sama.

Dengan direvisinya pasal tersebut menjadi Pasal 27B memberi kejelasan terhadap perbuatan yang dimaksud. Pasal baru ini lebih jelas bahwa perbuatan yang dilarang merupakan pemerasan, di mana mencakup pemerasan dengan munculnya ancaman meskipun masih terdapat multitafsir.

Baca juga: Pasal Berlapis Menanti Pembuat Fake Account yang Melanggar UU ITE

Pasal 27B UU ITE 2024 memang jarang muncul dibandingkan pasal-pasal lainnya. Namun, pasal ini dapat menjadi perlindungan hukum bagi korban kekerasan berbasis online (KGO) yang dapat terjebak dan dianggap sebagai pelanggaran atas Pasal 27 (1) Undang-Undang ITE.

Di sisi lain, Pasal 27B juga dapat menjadi masalah sebab masih bersifat multitafsir sehingga juga dapat menjadi alat yang digunakan untuk mengkriminalkan masyarakat. Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan atau penjelasan yang lebih rinci terhadap pasal tersebut.

Kesimpulan

Undang-Undang ITE dibuat dengan niatan yang positif untuk mengatur informasi dan transaksi elektronik, yakni memberikan jaminan hukum bagi masyarakat di dunia digital. Akan tetapi, beberapa pasal UU ITE yang bermasalah dan tetap dipertahankan tentu dapat memberikan dampak negatif.

Hal ini dikarenakan pasal tersebut justru dapat mengkriminalkan masyarakat yang tidak bersalah. Terbukti dari diterbitkannya hingga kini, banyak korban dari pasal Undang-Undang ITE. Sehingga, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut perlu dikaji ulang dan disusun dengan tepat serta melibatkan masyarakat dalam pembuatan dan pengawasan.

Referensi

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) No. 11 Tahun 2008.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik No. 11 Tahun 2008.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Amnesty International. “Meredam Suara, Membungkus Kritik Tergerusnya Kebebasan Sipil di Indonesia”. Jakarta Pusat : Amnesty International Indonesia. 2022.

Rahmawati, Maidina. “Menelisik Pasal Bermasalah Dalam UU ITE Pasal 27 Ayat (4) tentang Pemerasan dan Pengancaman”. Jakarta Selatan: Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). 2021.

Ramadhan, Fariza. “Dinamika UU ITE Sebagai Hukum Positif di Indonesia guna Meminimalisir Kejahatan Siber”. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 1 (1) (2023).

Sidabbukke, Sudirman. “Penyimpangan Hukum Kasus Prita Mulyani.” Jurnal Yustika 12.1 (2009).

Sitompul, Josua. Wajah Baru UU ITE, kompas.com, diakses pada 17 Mei 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *