Urgensi RUU Pilkada
Apa urgensi dilaksanakannya Rancangan Undang Undang Pilkada disaat pendaftaran calon gubernur dan calon wakil gubernur hampir ditutup atau bisa dihitung kurang lebih satu minggu lagi setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024.
Tentang uji materil Undang-undang No. 10 tahun 2016 mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dan akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan memutuskan bahwa ambang batas (parlemen threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil pemilu legislatif DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi: The Guardian of Constitution
Hal ini dinilai memberikan peluang bagi partai politik tanpa kursi di DPRD mengajukan calon kepala daerah sendiri. Kemudian Mahkamah Konstitusi juga memutuskan mengenai syarat minimal umur untuk calon kepala daerah adalah saat penentuan pasangan calon oleh KPU, Mahkamah Konstitusi menolak gugatan 2 mahasiswa yang menggugat yang meminta Mahkamah Konstitusi mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/20 yang lalu.
Sehari setelah putusan MK ini berlaku DPR melalui badan legislasi DPR RI merespons putusan ini dengan akan melakukan revisi undang-undang No. 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah, badan legislasi DPR RI melakukan rapat dengan pemerintah dan DPR RI membahas pembentukan panitia kerja untuk mempercepat RUU Pilkada 2024.
Pilkada 2024 dan RUU Pilkada
Pendapat saya sebagai mahasiswa, apa yang menjadi urgensi pemerintah dan DPR RI melaksanakan revisi UU No. 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah yang terkesan terburu buru. Padahal kalau kita lihat pendaftaran calon kepala daerah serentak sudah dekat tinggal meghitung hari, seperti ada yang panik merespons dengan putusan Mahkamah Konstitusi kemarin tersebut. Karena seperti contoh pada pilkada Jakarta 2024 ini sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 sudah hampir dipastikan bahwa Pilkada Jakarta 2024 hanya diikuti oleh dua pasang calon, yakni pasangan Ridwan Kamil-Suswono dari koalisi KIM Plus yang terdiri dari 12 partai politik dan pasangan calon independen, yakni Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.
Baca juga: Peran Penting Pengacara Dalam Proses Pemilu
Namun dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 membawa angin segar bagi partai politik yang sebelumnya tidak bisa mencalonkan kepala daerah karena adanya peraturan ambang batas karena dengan putusan mk tersebut partai partai yang suara nya tidak mencapai 20 Persen bisa mencalonkan kepala daerah.
Lalu dengan adanya kabar bahwa revisi Undang-undang No. 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah maka sepertinya ada beberapa pihak yang terkesan panik dengan putusan MK tersebut karena tidak masuk akal mengapa DPR dan pemerintah terkesan buru buru. karena membuat undang undang atau merevisi undang undang memerlukan waktu yang Panjang berbeda dengan Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang undang), yang bisa di sahkan sendiri oleh Presiden.
Untuk itu menurut saya tidak perlu terburu buru untuk merevisi Undang-undang No. 10 tahun 2016 ini, kalau memang ada beberapa hal yang perlu direvisi tidak usah dipaksakan untuk disahkan sebelum pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Karena itu menurut pendapat saya dengan adanya RUU Pilkada 2024 ini memperumit penyelenggaraan Pilkada 2024. Jadi, sebaiknya atau seyogyanya ditunda terlebih dahulu setelah pilkada serentak 2024 ini dan bisa juga dipergunakan pada pilkada 2029 nantinya.
Respon (1)