Justice Collaborator sebagai istilah pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar 1970-an, ini dilatar belakangi kebiasaan mafia yang tutup mulut atau dikenal dengan istilah omerta atau sumpah tutup mulut saat menghadapi introgasi.
Sehingga, untuk mendapatkan informasi, mereka diberi perlindungan hukum dengan status sebagai Justice Collaborator (JC) oleh penyidik.
Baca juga: Mantan Koruptor Sebagai Caleg dalam Pemilu
Dikutip dari Kompas.com, menurut Edwin Partogi Pasaribu dalam tulisannya menerangkan bahwa peran Justice Collaborator (JC) dapat dilihat dari kisah mafia yang terkenal di Amerika tahun 1931, yaitu Al Capone.
Al Capone yang beberapa kali lolos dari usaha penangkapan, juga sulit untuk membuktikan kejahatannya oleh penyidik, dikarenakan Al Capone menyuap bahkan mengancam para petugas dan penegak hukum.
Namun pada akhirnya Al Chapone atau “Alphonse Gabriel” berhasil ditahan dan menjalani masa hukumannya setelah penyidik berhasil meyakinkan akuntan Al Chapone untuk bersaksi dengan jaminan keamanan dan pembebasan dari proses hukum.
Baca juga: Hukum Acara Pidana Menurut Para Ahli
Justice Collaborator (JC) adalah suatu istilah yang diberikan kepada seorang tersangka skaligus saksi dalam suatu tindak pidana. Dalam praktiknya seseorang dinilai sebagai Justice Collaborator (JC) karena dia adalah saksi namun juga ikut bersama-sama sebagai pelaku kejahatan.
Berbeda dengan Whistleblower atau peniup peluit yang berperan sebagai saksi pelapor atau orang yang melaporkan suatu tindak pidana, korupsi atau permufakatan jahat kepada aparatur penegak hukum atau penyidik.
Di Indonesia beberapa istilah dapat menggambarkan kedudukan saksi sekaligus pelaku tindak pidana, seperti; saksi tersangka, saksi pelaku yang bekerjasama, dan saksi mahkota.
Perkembangan hukum positif Indonesia sendiri, status Justice Collaborator (JC) baru difasilitasi dengan terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011, kemudian diikuti dengan terbitnya Peraturan Bersama Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK yang mengatur tentang perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor, dan saksi pelaku yang bekerjasama. Kemudian pengaturan Justice Collaborator (JC) tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Baca juga: Negara Hukum: Rechtstaat dan Rule of Law
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perilaku Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, diatur mengenai pedoman untuk menentukan seseorang sebagai Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) adalah sebagai berikut:
- Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan;
- Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga Penyidik dan/atau Penuntut Umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana;
- Atas bantuannya tersebut, maka terhadap saksi pelaku yang bekerjasama sebagaimana dimaksud di atas, hakim dalam menentukan pidana yang akan dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana sebagai berikut:
Menjatuhkan pidana percobaan bersyarat khusus; dan/atau
Menjatuhkan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan diantara Terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud/ dalam pemberian perlakuan khusus dalam bentuk keringanan pidana Hakim tetap wajib mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
- Ketua Pengadilan di dalam mendistribusikan perkara memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Memberikan perkara-perkara terkait yang diungkap Saksi Pelaku yang Bekerjasama kepada Majelis yang sama sejauh memungkinkan; dan
Mendahulukan perkara-perkara lain yang diungkap oleh Saksi Pelaku yang bekerjasama.
Sumber Referensi
Hikmawati, Puteri. “Upaya Perlindungan Whistleblower da Justice Collaborator dalam Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Negara Hukum, Nomor 1, Volume 4, November 2013.
Firdaus, Iman. Sejarah Justice Collaborator: Ketika Penegak Hukum Amerika Berada dalam Kendali Bos Mafia Al Capone, Kompas.com, Diakses: pada 11 Februari 2023.
Budiman, Yayang Nanda. Pengaturan Dan Penetapan Status Justice Collaborator Dalam Mengungkap Kejahatan Yang Terorganisir, Pinter Hukum, Diakses: pada 11 Februari 2023