PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Kompetensi Pengadilan Agama dalam Menangani Kasus Perceraian Keluarga TKI yang Masih di Luar Negeri

Avatar of Pinter Hukum
Pengadilan Agama

Dalam menangani kasus-kasus perceraian, pengadilan atau pengadilan agama memiliki kewenangan untuk mengatur jenis dan yurisdiksi sebuah perkara. Yurisdiksi ini mencakup pada wilayah hukum sebuah pengadilan atau disebut dengan kompetensi relatif. Bagi kasus perceraian setiap warga negara Indonesia yang berada di wilayah Indonesia, kompetensi ini dapat diimplementasikan dengan mudah.

Namun bagaimana jika  kasus perceraian ini menimpa TKI yang masih berada di luar negeri? Bagaimana adminsitrasinya mengingat keadaan geografis yang berbeda? Berikut ini ulasannya.

Baca juga: Apakah Bisa Mengurus Gugatan Cerai Tanpa Pengacara?

TKI dan Penempatannya

Istilah TKW dan TKI adalah dua kata serupa tapi berbeda. TKW atau Tenaga Kerja Wanita adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan warga negara Indonesia dengan jenis kelamin perempuan yang bekerja di luar negeri. Sedangkan TKI atau Tenaga Kerja Indonesia penggunannya lebih umum, bisa untuk perempuan atau laki-laki. Tetapi dalam peraturan perundang-undangan menggunakan istilah TKI karena lebih general dan non diskirminasi.

Sebelum menjawab prtanyaan di atas, kita perlu memahami yang dimaksud TKI dan penempatannya dalam Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri:

Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa TKI atau Tenaga Kerja Indoneisa adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

Artinya, TKI merupakan warga negeri Indonesia yang berada di luar negeri dalam hubungan kerja dengan pemberi kerja di luar negeri (pasal 1 ayat 3 UU No. 29 tahun 2004) untuk jangka waktu tertentu yang kemudian mendapatkan upah dari pekerjaannya tersebut. Atau dengan kata lain TKI adalah pekerja atau buruh yang bekerja di luar negeri.

Secara tegas Undang-undang tidak menyebutkan dan mengatur dimana penempatan TKI di luar negeri. Namun penempatan TKI harus berdasarkan keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta tidak terlibat dalam perdagangan manusia (pasal 2 UU No. 29 tahun 2004). Hal ini bertujuan untuk memberikan perlakuan dan perlindungan secara humanis kepada TKI dan menjamin perlindungan TKI saat di dalam negeri, negara tujuan, hingga kembali ke Indonesia (pasal 2 UU No. 29 tahun 2004).

Hak TKI Sebagai Warga Negara Indonesia

TKI yang bekerja di luar negeri tetap dilindungi haknya sebagai warga negara Indonesia. Hak disini bukan berarti haknya sebagai seorang pekerja, tetapi merujuk pada haknya sebagai warga negara Indonesia yang melekat pada dirinya. Dalam hal perkawinan, UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menjamin hak cerai,  bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan setelah pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Kemudian dalam pasal 40 ayat 10 ditegaskan kembali bahwa gugatan perceraian diajukan ke pengadilan.

Baca juga: Hak Asuh Anak (Hadhanah) Menurut Hukum Islam

Hal ini termasuk bagi TKI yang berada di luar negeri, perlindungan hak sekaligus aturan ini melekat dan mengikat. Sehingga di negara manapun TKI berada, hak cerainya hanya dapat diajukan ke pengadilan di Indonesia karena aturan hukum dan lembaga fungsi hukumnya berada di Indonesia. Pernyataan ini berdsarkan kewajiban seorang TKI yang termaktub dalam pasal 9 UU No. 39 tahun 2004 bahwa TKI berkewajiban untuk menaati perturan perundang-undangan di dalam negeri maupun di negara tujuan. Artinya hak TKI sebagai warga negara Indonesia dilindungi dan diatur oleh hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk hak cerainya.

Kasus Perceraian dalam Keluarga TKI

Dalam tradisi hukum baik civil law, common law, hingga Islamic law, perkawinan adalah kontrak berdasarkan persetujuan sukarela yang bersifat pribadi antara laki-laki dengan perempuan untuk menjadi suami-istri. Sebagai batasan, dalam artikel ini yang dimaksud suami-istri adalah keduanya merupakan warga negara Indonesia, dimana salah satunya bekerja di luar negeri sebagai TKI.

Berdasarkan jurnal hukum yang ditulis oleh Hadi Santoso berjudul Faktor Penyebab Perceraian Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung, perceraian dalam keluarga TKI bermula saat salah satu pasangan ke luar negeri menjadi TKI. Apabila perempuan yang berangkat kerja, perceraian dapat terjadi karena suami selingkuh, akibat dari kebutuhan batin yang tidak terpenuhi.

Pengaruh perginya seorang istri ke luar negeri juga berdampak pada perubahan fungsi secara signifikan, seperti fungsi biologis, ekonomi, serta keharmonisan yang kemudian memicu tidak terbangunnya mu’asyara bil al- ma’ruf (bergaul dengan baik) sehingga dapat berakhir perceraian dalam keluarga TKI.

Kompetensi Pengadilan Agama dalam Menangani Kasus Perceraian Keluarga TKI

Dalam beracara di pengadilan, ada istilah kewenangan mengadili atau kompetensi yang terbagi menjadi dua, yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Kompetensi ini mengatur lingkungan peradilan yang ada di Indonesia meliputi lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkuangan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Setiap lingkungan peradilan diberikan kewenangan yang berbeda untuk memeriksa dan mengadili perkara.

Kompetensi absolut adalah kewenangan suatu lingkungan peradilan untuk memeriksa dan mengadili perkara yang tidak bisa diperiksa oleh lingkungan peradilan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mudahnya apabila terjadi perceraian antara suami-istri yang beragama islam. Maka gugatan cerai, baik cerai gugat atau cerai talak diajukan ke pengadilan agama, bukan ke pengadilan negeri.

Alhasil karena dalam artikel ini keluarga TKI yang dimaksud adalah yang beragam islam. Maka kompetensi absolut gugatan cerai ini harus diajukan ke pengadilan agama. Lalu muncul pertanyaan, setelah memahami kewenangan absolut bahwa gugatan cerai warga negara Indonesia yang beragama islam diajukan ke pengadilan agama, kemudian ke pengadilan mana TKI mengajukan gugatan cerai?

Untuk mengetahui jawaban tersebut, kita harus mengetahui kompetensi relatif pengadilan. Kompetensi relatif adalah kewenangan mengadili suatu pengadilan berdasarkan yurisdiksi atau wilayah hukumnya. Pengertian ini akan menjawab pertanyaan ke pengadilan agama mana TKI yang berada di luar negeri mengajukan gugatan cerainya (cerai talak maupun cerai gugat).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh TKI yang masih di luar negeri ketika ingin mengajukan gugatan cerai;

Pertama, domisili, dalam asas ini mengatur bahwa gugatan harus diajukan ke pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal tergugat atau alamat KTP atau domisilinya. Maka apabila seorang TKI adalah seorang istri yang akan mengajukan cerai gugat ia bertindak sebagai penggugat dan suaminya adalah tergugat. Cerai gugat ini harus diajukan ke pengadilan agama yang mewilayahi alamat atau domisili tergugat (suami).

Kedua, gugatan dapat diajukan melalui kuasa. Karena masih berada di luar negeri, TKI yang ingin mengajukan gugatan cerai dapat diajukan melalui kuasa dengan surat kuasa khusus (pasal 123 ayat 3 HIR).

Ketiga, perhatikan jenis gugatan cerai, maksdunya apakah cerai gugat atau cerai talak. Apabila istri ingin mengajukan gugatan cerai disebut cerai gugat, sementara jika suami yang mengajukan gugatan disebut cerai talak.

Perkara cerai talak, jika termohon (istri) berada di luar negeri maka permohonan cerai talak diajukan ke pengadilan agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka atau pengadilan agama Jakarta pusat (pasal 66 ayat 1-4 UU No. 7 tahun 1989). Sedangkan perkara cerai gugat apabila penggugat (istri) berada di luar negeri maka gugatan diajukan ke pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat (suami). Kemudian jika penggugat dan tergugat bertempat tinggal di luar negeri, gugatan diajukan ke pengadilana agama yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka atau pengadilan agama Jakarta pusat.

Referensi

Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlidnungan Tenga Kerja Indonesi di Luar Negeri.

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Elfirda Ade Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Perceraian Akibat Perselisihan Terus Menerus, Jurnal Hukum Sasana, Vol. 7, No. 1, June 2021.

Hadi Santoso, Faktor Penyebab Perceraian Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung, Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 10, Nomor 1, Juni 2021.

Anshary, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah, Bandung: CV. Mandar Maju, 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *