Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan hukum rimba sebagai hukum yang ditentukan oleh siapa yang lebih kuat, siapa yang berkuasa. Disebut Hukum Rimba karena aturan tersebut biasanya berlaku di lingkungan alam, di mana hewan yang lebih kuat dapat mengalahkan hewan yang lebih lemah untuk dimangsa.
Hukum rimba sering digambarkan sebagai hukum tanpa aturan, yang tampak tidak adil dalam logika pemikiran manusia. Namun tidak demikian bagi filsuf klasik Aristoteles. Menurut seorang murid Plato yang meninggal pada tahun 322 SM.
Padahal, ketika dia hidup di Yunani sekitar 300 SM, manusia memiliki nafsu seperti binatang buas, hanya saja statusnya lebih mulia. Oleh karena itu, orang dapat memberlakukan hukum yang mengatur perilaku dengan membedakan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.
Hukum, lanjut guru Alexander Agung ini, bisa mengekang keinginan seorang pemimpin. Karena betapapun bijaknya seseorang, ketika dia menjadi pemimpin atau berkuasa, nafsunya tetap ada dalam dirinya seperti binatang.
Baca juga: Vonis dan Ketentuanya
Sifat manusia sebagai binatang terhadap manusia lainnya juga sejalan dengan ungkapan homo homini lupus oleh Thomas Hobbes. Jadi selama manusia memiliki hukum, kenyataannya hukum rimba tetap ada dalam segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, bahkan politik. Maraknya oligarki dan faksi menjadi bukti berlakunya hukum rimba.
“Bukan kebijaksanaan, tetapi kekuatan yang membuat hukum.” ~Thomas Hobbes
Keberadaan hak tidak pernah lepas dari kekuasaan, seperti dikatakan Hobbes di atas. Karena hukum publik memuat ketentuan-ketentuan tersebut, yang dikeluarkan dan disahkan oleh penguasa tertinggi negara.
Pernyataan ini juga diamini oleh filsuf dan matematikawan Inggris Bertrand William Russell, yang menyatakan bahwa pemerintah dapat eksis tanpa hukum, tetapi hukum tidak dapat eksis tanpa pemerintah.
Meskipun undang-undang sebenarnya dibuat untuk mengontrol penguasa, karena undang-undang sendiri dibuat dan disahkan oleh penguasa, fungsinya sebagai senjata untuk memperkuat kekuasaan mereka menjadi sangat rentan.
Kondisi ini muncul pada masa Orde Baru, ketika Soeharto menggunakan konstitusi dan parlemen untuk mempertahankan kekuasaannya hingga 32 tahun.
Baca juga: Hukuman Penjara Seumur Hidup Ada Batas Maksimal ? Ini Penjelasannya !
Selama lebih dari tiga dekade berkuasa, Soeharto menggunakan hukum sebagai “alat” untuk mengonsolidasikan kekuasaannya. Walaupun rakyat sebenarnya mendapatkan hak politik atas haknya sendiri, namun sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mereka dapat membuat perintah yang dilindungi oleh hukum dan hukum itu sendiri, sehingga rakyat pada umumnya harus menaatinya.
Ketika aturan hukum menjadi parameter yang jelas, yaitu keadilan. Sekarang berlaku hukum rimba di Indonesia, dimana yang berlaku sebagai berikut: siapa yang kuat menang. Hal ini terjadi dalam proses kepolisian saat ini dan terlihat jelas oleh masyarakat.
Dalam Hukum Rimba Indonesia, di kemukakan bahwa ukuran kebenaran adalah mereka yang memiliki kekuasaan, banyak uang atau banyak massa. Ketiga tipe orang ini saling bergumul dengan korban rakyat di tengah-tengahnya.
Mereka yang berkuasa akan melawan massa, mereka yang memiliki uang akan bertarung dengan kekuasaan, dan mereka yang memiliki waktu akan bertarung dengan mereka yang memiliki uang.
Semuanya bolak-balik, pelaku ditangani dilindungi dan korban yang dilindungi dihukum. Ketika itu terjadi, kekuatannya mutlak, dan itu menakutkan. Semuanya hilang, konstitusi kini jauh dari makna.
Salah satu konsekuensi penerapan hukum rimba adalah diskriminasi. Dalam hukum rimba, diskriminasi disebabkan karena ingin lebih berkuasa. Jadi orang lain yang lebih lemah darinya didiskriminasi.
Baca juga: Pernikahan Sirih antara Pelakor dan Suami-beristri apakah sah dimata hukum?
Tidak hanya itu kesewenang-wenangan perilaku merupakan akhir dari diskriminasi yang dilakukan oleh seseorang dengan kekuasaannya. Kemudian, menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya.
Bahkan, tidak jarang orang main hakim sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah karena menganggap dirinya lebih kuat dan lebih berkuasa atas orang lain.
Sumber Referensi:
Itmam, MS. 2020. Hukum Rimba dan Hukum Modern. Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga.
Suryadi. 2021. Negara Hukum Rimba. Madiun : Kencana Drawart.