PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya di Masa Digital

Hak Cipta

Abstrak

Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta, atau pemilik hak cipta untuk mengatur hasil penggunaan ide atau informasi tertentu. Hak cipta diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak cipta merupakan hak yang harus dilindungi oleh pemerintah, menegakkan hak-hak ekonomi dan moral bagi pencipta serta pemegang hak cipta. Nilai-nilai yang terkandung dalam hak cipta seseorang sangatlah individual, sehingga pemanfaatan hak tersebut untuk tujuan komersial harus memperhitungkan nilai-nilai tersebut dengan cermat. Plagiarisme merupakan ketika seseorang mengambil karya orang lain dan mengklaimnya sebagai miliknya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada pencipta aslinya. Meskipun pada dasarnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta tidak secara spesifik membahas plagiarisme, tindakan tersebut sering kali dianggap sebagai eksploitasi atau penggunaan tanpa izin dari karya asli, yang dapat melanggar hak-hak pencipta.

Perlindungan hukum terhadap plagiarisme dapat dilakukan secara preventif dan represif. Perlindungan secara preventif berarti mencegah pelanggaran hak cipta sebelum terjadi dengan mengatur aturan dan norma dalam perundang-undangan yang membatasi atau melarang tindakan plagiarisme. Sedangkan perlindungan represif terjadi setelah pelanggaran terjadi, di mana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dapat digunakan untuk menegakkan hak-hak pencipta dan memberlakukan sanksi terhadap pelaku plagiarisme.

Namun, dalam praktiknya, penanganan kasus plagiarisme dapat menjadi kompleks karena seringkali sulit untuk membuktikan atau mengidentifikasi plagiarisme secara tegas. Meskipun demikian, penting untuk memiliki perlindungan hukum yang kuat dapat melindungi hak moral dan ekonomi dari para pencipta karya.

Kata Kunci: Hak Cipta, Hak Intelektual, Sengketa, Plagiarisme.

Abstract

Copyright is the exclusive right of the creator or copyright owner to regulate the results of the use of certain ideas or information. Copyright is regulated by Law of the Republic of Indonesia Number 28 of 2014 concerning Copyright. Copyright is a right that must be protected by the government, upholding the economic and moral rights of creators and copyright holders. The values ​​contained in a person’s copyright are very individual, so the use of these rights for commercial purposes must take these values ​​into account carefully..

 Plagiarism is when someone takes someone else’s work and claims it as their own without giving credit to the original creator. Although Law Number 28 of 2014 concerning Copyright does not specifically discuss plagiarism, this action is often considered exploitation or unauthorized use of original work, which can violate the creator’s rights. Legal protection against plagiarism can be carried out preventively and repressively. Preventive protection means preventing copyright violations before they occur by setting rules and norms in legislation that limit or prohibit acts of plagiarism. Meanwhile, repressive protection occurs after a violation occurs, where Law Number 28 of 2014 can be used to enforce the rights of creators and impose sanctions on perpetrators of plagiarism.

However, in practice, handling plagiarism cases can be complex because it is often difficult to prove or identify plagiarism unequivocally. However, it is important to have strong legal protection that can protect the moral and economic rights of the creators of works.

Keywords: Copyright, Intellectual Rights, Disputes, Plagiarism.

Pendahuluan

Seiring berjalannya waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perubahan yang sangat pesat dan signifikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang sangat besar terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Salah satu kemajuan teknologi yang memberikan dampak signifikan terhadap kehidupan manusia merupakan Internet.

Di era digital, Internet dapat digunakan untuk berbagai aktivitas. Adanya teknologi internet dapat meningkatkan penyebaran ide. Dengan adanya internet, begitu banyak informasi dan pengetahuan yang dapat diakses oleh manusia di seluruh penjuru dunia.

Kemampuan manusia dalam menciptakan sesuatu merupakan hasil pemikiran, usaha dan kreatifitas, dan hasil dari pemikiran tersebut. sepenuhnya milik sang pencipta, itulah yang disebut dengan kekayaan, intelektual (Jaman, Putri, & Anzani, 2021).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari dalam sejarah peradaban manusia. Sejak zaman prasejarah hingga zaman modern, manusia telah berusaha menemukan, mengembangkan, dan memanfaatkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan tantangan hidupnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil interaksi antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan dirinya sendiri.

Internet merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengalami perkembangan yang sangat pesat dan signifikan. Internet merupakan sistem global yang menghubungkan jutaan komputer dan perangkat lain melalui jaringan telekomunikasi. Internet memungkinkan manusia untuk berbagi, mengakses dan mengolah informasi dan pengetahuan tanpa batasan ruang dan waktu.

Hak Cipta pada hakikatnya merupakan hak eksklusif pencipta, yang timbul dengan sendirinya pada saat diwujudkannya ciptaan tersebut dalam bentuk nyata, berdasarkan asas deklaratif dan tanpa ada pengurangan pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Baca juga: Perlindungan Hak Cipta Terhadap Non-Fungible Token (NFT) di Indonesia

Dapat dikatakan bahwa hak cipta merupakan salah satu hak atas kekayaan intelektual yang diatur oleh hukum positif nasional dan internasional, yang dapat menimbulkan pertanyaan seperti siapa yang memiliki hak atas ciptaan tersebut dan bagaimana ciptaan yang dilindungi secara hukum tersebut digunakan atau dieksploitasi. Hak kekayaan intelektual pada hakikatnya memberikan manfaat ekonomi kepada pencipta atau pemilik hak cipta serta negara (Tirtakoesoemah, Arafat, 2019).

Setelah karya diciptakan dalam bentuk tertentu, hak cipta secara otomatis terbentuk tanpa perlu registrasi atau prosedur tambahan, tetapi tersebut tidak mengurangi pembatasan yang berlaku sesuai dengan peraturan nasional dan internasional. Peraturan hukum mengatur berbagai aspek hak cipta seperti syarat, cakupan, durasi, pengecualian, pelanggaran, sanksi, dan penyelesaian perselisihan terkaitnya.

Contoh dari peraturan perundang-undangan terkait hak cipta meliputi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Perjanjian Berne untuk Perlindungan Karya Sastra dan Seni, dan Perjanjian Hak Cipta Universal.

Hak cipta merupakan bagian dari kekayaan intelektual yang diatur oleh hukum positif baik di tingkat nasional maupun internasional. Hak tersebut memiliki peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan ekonomi.

Salah satu tujuan hak cipta merupakan untuk mendorong kreativitas dan inovasi dengan memberikan insentif dan penghargaan kepada pencipta atau pemilik atas karya intelektual mereka. Selain tersebut, hak cipta juga bertujuan untuk menegakkan keadilan dan keseimbangan dengan melindungi hak dan kepentingan pencipta atau pemilik, sambil tetap menghormati hak dan kepentingan pengguna, masyarakat, dan negara.

Dibalik kemudahan pada operasional pemasaran di era digital, terdapat pula risiko yang tersembunyi. Kemudahan tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan pendistribusian/penyaluran. Dan begitu juga karya berhak cipta dapat dengan mudah diubah atau dimodifikasi secara melanggar hukum oleh mereka yang tidak mempunyai hak yang sesuai.

Penetrasi internet ke dalam kehidupan masyarakat menyebabkan semakin banyaknya pelanggaran terhadap karya kreatif, sulitnya mengidentifikasi pelakunya, dan tidak mudah  melindungi karya kreatif dalam bentuk digital. Membiarkan pelanggaran tersebut tidak dihukum dapat berdampak negatif terhadap industri dan pencipta (Simatupang, 2020).

Era pada masa digital menawarkan banyak kemudahan, peluang dan keuntungan bagi masyarakat, termasuk penulis dan pemilik karya intelektual. Internet juga memungkinkan kita memasarkan dan mempromosikan karya intelektual kita serta menjangkau khalayak yang lebih luas dan beragam. Anda juga dapat berkolaborasi, berinovasi dan berkembang  dengan pencipta dan pemilik karya intelektual lainnya. Namun, di balik kemudahan tersebut terdapat risiko.

Pelanggaran hak cipta dapat menimbulkan kerugian moral dan ekonomi bagi pencipta atau pemiliknya. Pelanggaran hak cipta  juga dapat mempengaruhi kualitas, orisinalitas, dan nilai dari karya intelektual sendiri. Pembajakan di era digital menjadi semakin sulit untuk dicegah, dideteksi, dan dituntut karena sifat Internet yang anonim, global, dan dinamis.

Anonimitas berarti sulit untuk mengidentifikasi orang yang melanggar hak cipta karena  identitas, lokasi, dan jejak digitalnya mungkin tersembunyi. Global berarti pelanggaran hak cipta dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, tanpa diketahui batas wilayah atau yurisdiksinya. Dinamis berarti bentuk, cara, atau tujuan pelanggaran hak cipta dapat berubah seiring dengan perkembangan teknologi dan tuntutan pasar.

Hasil dan Pembahasan

Keterkaitan Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Karya di Masa Digital

Copyright lahir dan ada dari yang akan terjadi olah pikir manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, kesenian, serta sastra. copyright muncul secara otomatis seketika suatu kreasi lahir. hak cipta artinya hak perdata yang menempel pada diri di pencipta. hak cipta merupakan hak privat.

Pembenarannya artinya sebab suatu kreasi dilahirkan oleh kreasi pencipta. ciptaan yang ada dari adanya olah pikiran dan  kreativitas dari oleh pencipta. Suatu copyright haruslah lahir asal kreativitas insan bukan yang sudah terdapat di luar aktivitas atau pada luar akibat kreativitas instan (Simatupang, 2020).

Hak cipta didasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang berpikir, berkreasi, dan berbudaya, yang mampu menghasilkan karya intelektual yang unik, orisinal, dan bermutu, dalam bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan sastra.

Hak cipta juga didasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang berhak, berkepentingan, dan bertanggung jawab, yang layak mendapatkan perlindungan, penghargaan, dan pengembangan atas karya intelektualnya.

Hak cipta lahir dan timbul dari hasil olah pikir manusia, bukan dari hasil alam, kebetulan, atau kebiasaan. Hak cipta timbul secara otomatis seketika suatu ciptaan lahir, tanpa perlu melakukan tindakan atau formalitas tertentu. Hak cipta merupakan hak perdata yang melekat pada diri pencipta, bukan pada benda atau media yang menampung karya hak intelektual.

Hak cipta merupakan hak privat yang dapat dipindah tangankan, disewakan, atau diwariskan, sesuai dengan kehendak pencipta atau pemilik.  Hak cipta juga merupakan hak moral yang tidak dapat dihilangkan, yang memberikan pencipta atau pemilik hak untuk mengklaim, mengubah, atau menarik kembali karya intelektualnya. Dengan demikian hak cipta memberikan insentif dan penghargaan kepada pencipta atau pemilik atas karya intelektualnya.

Menjamin keadilan dan keseimbangan, karena hak cipta melindungi hak dan kepentingan pencipta atau pemilik, sekaligus menghormati hak dan kepentingan pengguna, masyarakat, dan negara, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, karena hak cipta memberikan manfaat ekonomi kepada pencipta atau pemilik, serta meningkatkan kontribusi dan pertumbuhan sektor kreatif bagi perekonomian nasional dan global.

Ketentuan Pasal 1 Ayat (1) UU Hak Cipta, hak eksklusif pencipta timbul dengan sendirinya, berdasarkan asas deklarasi, setelah ciptaan tersebut diwujudkan dalam bentuk fisik, tanpa mengurangi batasan-batasan hukum. peraturan.

Berdasarkan ketentuan di atas, hak cipta dapat diartikan sebagai hak eksklusif untuk menyalin atau mempublikasikan suatu ciptaan milik pencipta atau pemilik lain dari ciptaan tersebut, pelaksanaan hak cipta dengan memperhatikan  peraturan perundang-undangan yang berlaku (Rian & Gusrianti, 2021).

Di Indonesia, regulasi hak cipta diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Hukum tersebut mengadopsi prinsip deklaratif, yang menyiratkan bahwa hak cipta muncul secara otomatis setelah suatu karya diciptakan dalam bentuk konkret, tanpa keharusan melakukan registrasi atau prosedur resmi lainnya. Walaupun begitu, pendaftaran hak cipta dapat dilakukan secara sukarela untuk memperkuat bukti kepemilikan hak tersebut.

Undang-undang tersebut juga mengakui adanya hak moral dan hak ekonomi dalam hak cipta. Hak moral merupakan hak yang melekat pada diri pencipta untuk tetap diakui sebagai pencipta, untuk mengubah atau menarik kembali ciptaannya, dan untuk melindungi nama baik dan reputasinya.

Baca juga: Urgensi Hak Cipta di Era Digital, Bagaimana Tantangan Hukum dan Penegakannya?

Hak moral bersifat tidak dapat dialihkan dan tidak dapat dihapuskan. Ada juga hak ekonomi merupakan hak yang digunakan mengeksploitasi ciptaan secara komersial, baik dengan cara yaitu menyalin, mempublikasikan, atau dengan cara lain yang menghasilkan manfaat ekonomi. Hak ekonomi bersifat dapat dialihkan dan berlaku selama jangka waktu tertentu.

Undang-undang tersebut juga memberikan perlindungan khusus terhadap ciptaan-ciptaan yang berkaitan dengan kekayaan intelektual tradisional, seperti karya seni rakyat, karya seni tradisional, dan pengetahuan tradisional. Ciptaan-ciptaan tersebut dianggap sebagai warisan budaya bangsa yang harus dilestarikan dan dimanfaatkan secara adil dan berkelanjutan.

Demikian, penggunaan ciptaan-ciptaan tersebut harus mendapat izin dari pemerintah atau masyarakat adat yang bersangkutan, dan memberikan imbalan yang wajar kepada pencipta atau pemilik asli.

Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta atau pemilik hak cipta untuk mengatur hasil penggunaan ide atau informasi tertentu. Pada hakikatnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta juga dapat memberikan hak kepada pemiliknya untuk membatasi penyalinan ciptaan tanpa izin.

Di Indonesia, hak cipta diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta. Pada umumnya  hak cipta mempunyai masa berlaku tertentu. Hak cipta berlaku untuk banyak jenis karya artistik atau kreatif atau “kreatif”.

Ciptaan tersebut dapat berupa puisi, lakon, serta karya tulis, film, karya koreografi (tari, balet, dll), karya musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, program radio dan televisi. dan dibeberapa yurisdiksi desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta sangat berbeda dengan hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten yang memberikan hak eksklusif untuk menggunakan suatu penemuan), karena hak cipta tidak harus berupa hak eksklusif untuk melakukan sesuatu yang merupakan suatu hak. untuk mencegah orang lain  melakukannya. (Alfani, Rahmawati, P Alifah, etc, 2023).

Hak cipta bukan hanya sekedar hak untuk menyalin atau membatasi penyalinan suatu ciptaan, tetapi juga hak untuk mengungkapkan, mengembangkan, dan menikmati ciptaan tersebut. Hak cipta juga mencerminkan hubungan antara pencipta, pemilik, dan masyarakat, yang harus saling menghormati dan menguntungkan.

Hak Cipta di Indonesia merupakan suatu sistem yang berdasarkan pada prinsip keadilan, kesejahteraan dan kepentingan nasional. Di Indonesia, hak cipta tidak hanya mengatur aspek hukum dan ekonomi dari kreativitas tetapi juga aspek sosial, budaya, dan etika.

Di Indonesia, hak cipta juga memfasilitasi keberagaman dan melahirkan kreasi unik dari berbagai latar belakang, termasuk yang berkaitan dengan kearifan lokal dan warisan budaya.

Dampak Hukum terhadap Hak Cipta Karya di Masa Digital

Dampak kemunculan Internet telah meluas ke hampir seluruh aktivitas manusia, termasuk bidang seni, sastra, dan sains, yang dilindungi undang-undang hak cipta. Era digital seakan menjadi ruang yang tiada habisnya bagi seluruh manusia untuk mengekspresikan kreativitas dan kemampuannya.

Hal tersebut tentunya berdampak pada adanya perlindungan kekayaan intelektual khususnya hak cipta. Artikel tersebut akan mengkaji beberapa permasalahan terkait hak cipta khususnya mengenai perkembangan hak moral dan perlindungan hak moral pencipta di era digital saat era terbaru.

Berdasarkan kajian yang dilakukan, terlihat bahwa hak moral berdasarkan perspektif hukum hak cipta telah mengalami evolusi bertahap sejak pertengahan abad ke-19, dengan adanya Konvensi Berne, hingga lahirnya Hak Cipta No. 101/1994. 28 Januari 2014 di Indonesia.

Terkait dengan perlindungan hak moral pencipta di era digital, tidak dapat dipungkiri bahwa perlindungan cukup sulit dilakukan karena belum optimalnya sarana penguasaan teknologi (Lestari, 2019). Karya-karya yang dilindungi hak cipta dapat dengan mudah direplikasi, dimodifikasi, dan juga disebarluaskan tanpa izin atau penghargaan yang sesuai kepada pencipta atau pemilik hak cipta.

Dampaknya dapat merugikan secara ekonomi dan moral bagi mereka, juga mengurangi dorongan dan motivasi untuk terus mencipta. Di samping tersebut, internet juga memfasilitasi pelanggaran hak cipta yang melintasi batas-batas, menjadi tantangan sulit dalam penanganan hukum di tingkat nasional.

Perlindungan hak cipta bagi pencipta dan pemilik hak cipta didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pasal 1 Angka 1 dan Pasal 24 ayat (1) dan (2). Pencipta atau pemilik hak cipta mempunyai hak yang perlu dilindungi oleh pemerintah, yaitu hak ekonomi dan hak moral.

Dengan adanya hak-hak ekonomi dan moral tersebut, maka karya kreatif manusia akan memiliki nilai tersendiri, sehingga tidak mudah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan hak miliknya untuk tujuan ekonomi yakni komersial (Setiawan, Kusumaningtyas dan Yudistira, 2018).

Perlindungan hak cipta di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Pada dasarnya undang-undang tersebut mengusung prinsip deklaratif, dimana hak cipta secara otomatis terbentuk setelah karya tersebut diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa adanya memerlukan proses pendaftaran atau prosedur formal lainnya. Meskipun demikian, pendaftaran hak cipta dapat dilakukan secara sukarela untuk menguatkan bukti kepemilikan atas hak cipta tersebut.

Undang-undang tersebut juga mengatur hak ekonomi dan moral pencipta, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 24 ayat (1) dan (2). Hak-hak ekonomi tertentu dilindungi, khususnya hak untuk menerbitkan, menyalin, menerjemahkan, mengadaptasi, mengatur dan mentransformasikan ciptaan, serta hak untuk menerbitkan, memamerkan, menyiarkan atau mendistribusikan ciptaan.

Hak ekonomi dapat dialihkan dan berlaku untuk jangka waktu tertentu. Hak moral mencakup hak untuk mencantumkan atau tidak mencantumkan nama pada ciptaan, hak untuk mengubah atau menghapus ciptaan, dan hak untuk melindungi hak seseorang jika terjadi kesalahan penafsiran, mutilasi, modifikasi, atau penghinaan lainnya terhadap reputasi. atau reputasi pencipta. Hak moral tidak dapat dicabut dan tidak dapat dihilangkan.

Perlindungan hak cipta di Indonesia bertujuan untuk mendorong kreativitas dan inovasi, serta penghormatan dan apresiasi terhadap karya intelektual yang dihasilkan dari keanekaragaman budaya dan seni negara.

Perlindungan hak cipta juga didasarkan pada prinsip keadilan, yang mengakui bahwa pencipta berhak memperoleh manfaat ekonomi dari ciptaannya dan bahwa pengguna ciptaan harus memberikan kompensasi yang adil kepada pencipta atau pemilik hak cipta.

Perlindungan hak cipta juga mengikuti perkembangan teknologi dan hukum internasional, serta memberikan sanksi hukum bagi pelanggar hak cipta.

Perkembangan teknologi dikaitkan dengan perkembangan hukum. Sebab pelanggaran hukum semakin meningkat pesat seiring dengan berkembangnya teknologi melalui platform media digital yang semakin berkembang.

Sebab pada kenyataannya hukum mempunyai sifat yang dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. Demikian, diperlukan adanya peraturan hukum yang sesuai dengan perkembangan. (Nurhuda, Puspita dan Rosidin, 2023).

Teknologi merupakan hasil dari kreativitas dan inovasi manusia yang bertujuan untuk juga mempermudah, mempercepat, dan memperbaiki berbagai aspek kehidupan. Teknologi dapat berupa alat, mesin, sistem, atau proses yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Teknologi juga dapat berdampak positif maupun negatif terhadap lingkungan, sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Hukum merupakan kumpulan norma atau aturan yang mengatur perilaku manusia dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat. Hukum juga dapat berfungsi sebagai pengendali, penyeimbang, dan penyelesaian konflik yang timbul akibat interaksi manusia.

Perkembangan teknologi juga dapat menimbulkan tantangan dan masalah baru bagi hukum. Misalnya, dengan adanya teknologi internet, kejahatan siber, pelanggaran hak cipta, dan pelanggaran privasi menjadi semakin marak dan sulit ditangani.

Baca juga: Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi dan Hak Asasi Manusia

Selain tersebut, dengan adanya teknologi bioteknologi, rekayasa genetika, dan kecerdasan buatan, etika, moral, dan nilai-nilai hukum menjadi semakin kompleks dan kontroversial.

Hukum juga seharusnya mampu beradaptasi dan berinovasi dengan perkembangan teknologi. Hukum harus mampu mengantisipasi, mencegah, menyelesaikan dan juga berbagai permasalahan hukum yang timbul akibat perkembangan teknologi.

Hukum juga harus mampu melindungi hak dan kepentingan masyarakat dari dampak negatif teknologi. Hukum harus bersifat dinamis, responsif, dan progresif terhadap perkembangan zaman dan peradaban manusia

Upaya Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Karya di Masa Digital

Adanya pihak-pihak yang terlibat dalam perbuatan yang melanggar hukum Negara Republik Indonesia. Konflik muncul akibat adanya amandemen UU Hak Cipta pada 28 Agustus 2014. Perselisihan berkembang ketika pihak yang dirugikan, sesuai dengan hukum, secara tidak langsung menyatakan ketidakpuasan atau keprihatinan terhadap pihak yang diyakini menyebabkan kerugian, atau pihak lain menyatakan tidak; Merujuk pada perselisihan. Pasal 95 Ayat 1 UU Hak Cipta 28 Tahun 2014 Penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau “melalui dengan bantuan penegak hukum  adanya pengadilan.”Alternatif penyelesaian sengketa meliputi mediasi, negosiasi, arbitrase, yang merupakan sengketa. proses penyelesaian melalui arbitrase (Nurfadila, Rokhim, & Heriawanto,  2021).

Konflik mengenai hak cipta dapat muncul akibat tindakan yang melanggar hak eksklusif pencipta atau pemegang hak, seperti meniru atau menyebarkan karya tanpa izin atau tanpa mencantumkan nama pencipta. Pihak yang merasa terganggu dapat menyuarakan ketidakpuasannya atau kekhawatirannya kepada pihak yang dianggap bertanggung jawab atas kerugian tersebut atau kepada pihak lain.

Penyelesaian sengketa hak cipta dapat dilakukan melalui dua jalur, yatersebut litigasi dan non-litigasi. Litigasi merupakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, baik pengadilan niaga maupun pengadilan negeri, tergantung dari jenis ciptaan yang bersengketa.

Non-litigasi merupakan penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang disepakati oleh para pihak. Alternatif penyelesaian sengketa meliputi mediasi, negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase. Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan profesional yang bertindak sebagai fasilitator.

Negosiasi merupakan proses penyelesaian sengketa dengan cara berunding langsung antara para pihak yang bersengketa. Konsiliasi merupakan proses penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan profesional yang bertindak sebagai penasihat. Arbitrase merupakan proses penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan profesional yang bertindak sebagai hakim.

Karya digital perlu dilakukan revisi dan pemutakhiran peraturan perundang-undangan hak cipta, agar peraturan tersebut lebih menjamin unsur perlindungan dan memperluas karya sastra digital secara optimal. Meskipun mengembangkan karya tulis di website merupakan keuntungan bagi penulis, namun seringkali menjadi peluang untuk melanggar peraturan hukum.

Oleh karena pada dasarnya, diperlukan regulasi yang tepat untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Dengan pemutakhiran tersebut, kami berharap tidak hanya menjawab permasalahan terkait aspek substantif terkait materi yang dilindungi, namun juga mencakup perubahan doktrin, asas, dan teori hukum. Demikian, ke depannya diharapkan akan tercipta kategori hukum baru mengenai hak kekayaan intelektual (Sari & Sarjana, 2023).

Pada era digital, di Indonesia, regulasi yang mengatur hak cipta merupakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). UUHC berperan dalam melindungi karya sastra digital sebagai salah satu jenis karya yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

Meskipun demikian, UUHC masih memiliki kelemahan, seperti ketidakjelasan definisi, cakupan, dan cara melindungi karya sastra digital, serta ketidakkuatan penegakan hukum hak cipta. Diperlukan revisi dan pembaruan dalam regulasi hak cipta guna memastikan perlindungan yang lebih baik serta perluasan bagi karya sastra digital. Perubahan tersebut diharapkan tidak hanya merujuk pada substansi yang dilindungi, tetapi juga mengakomodasi perubahan doktrin, asas, dan teori hukum.

Sasarannya merupakan mencapai keseimbangan antara kepentingan pencipta, pemegang hak cipta, pengguna, masyarakat, serta mengikuti kemajuan teknologi dan praktik industri. Demikian, diharapkan terbentuknya kategori baru dalam hukum kekayaan intelektual yang sesuai dengan era digital.

Pemilik hak cipta memiliki beberapa opsi saat terjadi perselisihan terkait karyanya, baik dengan metode yang kurang kontroversial maupun yang lebih kontroversial. Jika usaha penyelesaian tanpa pergi ke pengadilan tidak menghasilkan solusi yang memuaskan kedua belah pihak dan pemilik hak masih merasa dirugikan, maka pemilik hak cipta dapat menggunakan jalur litigasi dengan mengajukan gugatan pelanggaran hak cipta ke pengadilan niaga. Prosedur pendaftaran dijelaskan dalam Pasal 100 UUHC (Restuningsih, Roisah, & Prabandari, 2021).

Upaya non litigasi dapat mencakup negosiasi dan mediasi dengan pihak yang diduga melanggar hak cipta, sedangkan jalur litigasi melibatkan pengajuan gugatan ke Pengadilan Niaga sesuai dengan Pasal 95 UUHC.

Jika solusi damai tidak tercapai, pemegang hak cipta dapat mengajukan gugatan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 100 UUHC. Dalam proses litigasi, pemegang hak cipta dapat memperoleh perlindungan hukum terhadap pelanggaran hak ciptanya melalui keputusan pengadilan.

Penutup

Kesimpulan

Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta, atau pemilik hak cipta untuk mengatur hasil penggunaan ide atau informasi tertentu. Hak cipta juga dapat memberikan hak kepada pemiliknya untuk membatasi penyalinan ciptaan tanpa izin. Di Indonesia, hak cipta diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Dampak munculnya internet merambah kedalam hamper seluruh aktifitas manusia termasuk dalam bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan yang menjadi objek perlindungan hak cipta. Era digital seakan menjadi tempat tanpa bagi seluruh manusia untuk menuangkan karya hasil kreatifitas dan kemampuannya.

Hal tersebut tentunya berdampak pada eksistensi perlindungan kekayaan intelektual, khususnya Hak Cipta. tulisan tersebut akan mengkaji beberapa hal terkait hak cipta, yatersebut mengenai perkembangan hak moral dan perlindungan hak moral pencipta di era digital seperti sekarang.

Berdasarkan prinsip keadilan dimana untuk menghasilkan karya tersebut tidaklah mudah yang memerlukan pengorbanan, maka pencipta berhak atas keuntungan ekonomi atas karyanya. Karya-karya intelektual manusia yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seharusnya mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, yang sesuai dengan prinsip keadilan dan sebagai penghargaan atas kontribusi intelektual yang mereka hasilkan.

Perlindungan hak cipta terhadap pencipta dan pemegang hak cipta berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak ekonomi dan moral yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta merupakan hak yang penting untuk dilindungi oleh pemerintah.

Karena adanya hak-hak tersebut, karya cipta seseorang memiliki nilai-nilai yang sangat individual, sehingga tidak mudah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkan hak miliknya secara komersial tanpa izin.

Harapan

Hak cipta merupakan hak eksklusif yang dimiliki pencipta karya untuk mengontrol penggunaan dan penyebaran karya yang merupakan hasil kreativitasnya. Di era digital, hak cipta menghadapi tantangan penyebaran konten tanpa izin atau pelanggaran internet memberikan kemudahan dan kebebasan.

Namun juga membuka peluang penyalahgunaan. Perlindungan hukum hak cipta menjadi urgensi, untuk memastikan pengakuan dan penghargaan bagi para pencipta yang berkontribusi, terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan seni.

Perlindungan hukum terhadap hak cipta karya di masa digital sangat penting untuk mendorong kreativitas, inovasi, dan pengembangan budaya. Dengan adanya perlindungan hukum, para pencipta dapat merasa aman dan termotivasi untuk terus berkarya, sementara konsumen dapat menikmati hasil kreativitas dengan keyakinan bahwa hak-hak pencipta dihormati tersebut dapat menciptakan lingkungan di mana semua pihak dapat berkontribusi secara positif dalam era digital.

Referensi

Jaman, U. B., Putri, G. R., & Anzani, T. A. (2021). Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya Digital. Jurnal Rechten: Riset Hukum dan Hak Asasi Manusia3(1), 9-17.

Tirtakoesoemah, A. J., & Arafat, M. R. (2020). Penerapan Teori Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Penyiaran. Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum18(1).

Simatupang, K. M. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta Dalam Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum15(1), 67.

Riandtersebut, V. A., & Gusrianti, L. (2021). Analisis Hukum Keterkaitan Perjanjian Dan Perlindungan Hak Cipta Karya Fotografi di Indonesia. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH)7(2), 867-882.

Nurfadila, N. C., Rokhim, A., & Heriawanto, B. K. (2021). Perlindungan Hukum terhadap Pelanggaran Hak Cipta Penulisan di Aplikasi Digital (Wattpad) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak CiptaJurnal Ilmiah Ilmu Hukum27(9), 1261-1274.

Alfani, N., Rahmawati, T., & Dwinta, D. Z. (2023). Implementasi UU Nomor 28 Tahun 2014 Dalam Perlindungan Hak Cipta Di Era Digital. Jornal Of Admtersebutstrative And  Social Science4(1), 23-36.

Lestari, S. N. (2019). Perlindungan Hak Moral Pencipta Di Era Digital Di Indonesia. Diponegoro Private Law Review4(3).

Setiawan, A., Kusumaningtyas, R. F., & Yudistira, I. B. (2018). Diseminasi Hukum Hak Cipta pada Produk Digital di Kota Semarang. Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (Indonesian Journal of Legal Community Engagement) JPHI1(1), 53-66.

Sari N., & Sarjana M I. (2023). Perlindungan Hukum Mengenai Hak Cipta Karya Sastra Berbaris Digital Pada Stersebuts Online. Jurnal kertha semaya, v. 11, n. 3, Hal. 498-508, jan. 2023. ISSN 2303-0569.

Restuningsih, J., Roisah, K., & Prabandari, A. P. (2021). Perlindungan Hukum Ilustrasi Digital Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Notarius14(2), 957-971.

Raihana, R., Samosir, M., Bambang, B., & Remon, F. (2023). Analisis Yuridis Keberadaan Royalti Dalam Hak Cipta (Studi Ciptaan Lagu). Innovative: Journal Of Social Science Research3(5), 7861-7868.

Exit mobile version