Apakah Hukuman Mati Merupakan Hukuman yang Adil?
Hukuman mati tidak dapat diterapkan di seluruh negara. Banyak organisasi dan perhimpunan di seluruh dunia yang menentang hukuman mati. Hukuman mati sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Meskipun ada yang menolaknya, tetapi tidak banyak pula yang mendukung popularitas hukuman mati.
Baca juga: Hukuman Mati di Indonesia
Hukuman mati, baik dalam konteks pidana maupun hak asasi manusia, adalah hukuman yang mengakibatkan seseorang kehilangan nyawanya, yang telah menimbulkan kontroversi di antara berbagai pihak, termasuk penegak hukum dan pembela hak asasi manusia. Jika dilihat dari perspektif hukum pidana dan hak asasi manusia, tujuan hukuman mati adalah untuk memberikan efek jera kepada pelanggar hukum, tetapi di sisi lain, hukuman mati melanggar hak seseorang untuk hidup.
Hukuman mati adalah bentuk sanksi paling ekstrem dan khusus yang mengakibatkan kematian seseorang, dengan prinsip keadilan tertinggi yang tidak memihak antara korban dan pelaku. Namun, di sisi lain, hukuman mati melanggar hak asasi manusia karena mengambil hak hidup seseorang. Tujuan dari hukuman mati adalah menciptakan keadilan yang tertinggi dalam masyarakat.
Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia menjadi perdebatan yang tak berkesudahan bagi negara yang beradab, karena hukuman mati tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia yang tercantum dalam Pancasila, yang menekankan penghormatan tinggi terhadap martabat kemanusiaan yang adil dan beradab. Namun, pada kenyataannya, Indonesia masih menjalankan hukuman mati sebagai bagian dari sistem hukum negara, dengan alasan bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan ideologi negara Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Baca juga: Berdasarkan Asas Lex Favor Reo, Ferdy Sambo Tidak Dapat Dieksekusi Mati?
Hak Korban dalam Kasus Kejahatan Berat
Dari berbagai ketentuan yang berkualitas baik dalam hukum nasional maupun internasional, terdapat beberapa hal yang memiliki kesamaan mengenai peraturan perlindungan bagi korban pelanggaran HAM berat, yang dapat dilihat melalui ketentuan-ketentuan berikut:
- Dalam hak untuk mendapatkan perlindungan dan keselamatan individu
Setiap saksi dan korban pelanggaran HAM berat memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan fisik dan mental dari ancaman atau intimidasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Begitu pula hukum internasional, dalam Deklarasi Korban bagian ke-5 dijelaskan hal serupa, yaitu hak korban yang harus dilindungi oleh Negara meliputi hak perlindungan dari gangguan, intimidasi, atau tindakan balasan dari pelaku, serta hak perlindungan terhadap kebebasan pribadi dan keselamatan diri dan keluarga.
- Dalam hal penyebaran informasi tanpa berhadapan langsung dengan tersangka
Penyebaran informasi dalam persidangan tanpa berhadapan langsung dengan tersangka diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat dalam hukum nasional, sementara dalam hukum internasional, hal serupa diatur dalam Statuta Roma Pasal 69 ayat (2).
- Dalam hal pemberian kompensasi, restitusi, dan pemulihan
Setiap korban pelanggaran HAM berat memiliki hak untuk menerima kompensasi, restitusi, dan pemulihan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, khususnya dalam Pasal 35. Selain itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban juga menguatkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara normatif. Di sisi lain, dalam hukum internasional, hal serupa dapat ditemukan dalam Statuta Roma Pasal 75 ayat (1).
- Dalam hak untuk mendapatkan bantuan medis dan psikososial
Setiap korban pelanggaran HAM berat memiliki hak untuk menerima bantuan medis dan psikososial, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 dalam Pasal 6 ayat (1). Demikian pula, dalam hukum internasional, hal ini diatur dalam Statuta Roma Pasal 43 ayat (6).
Baca juga: MA Mengubah Hukuman Mati Ferdy Sambo menjadi Seumur Hidup
Pro dan Kontra Hukuman Mati
Hukuman mati adalah salah satu bentuk pidana tertua di dunia. Meskipun sepanjang abad ke-20, banyak negara yang memutuskan untuk menghapuskan hukuman tersebut. Indonesia adalah salah satu negara yang masih menjatuhkan hukuman mati. Namun, penerapan hukuman mati telah menjadi kontroversi yang berlangsung lama.
Pendapat masyarakat terbagi. Masyarakat yang menentang hukuman mati menganggap bahwa hukuman ini tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, seperti yang terdapat dalam Pancasila. Perdebatan seputar hukuman mati juga muncul karena amendemen kedua Pasal 28A dan 28I Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan memiliki hak untuk menjaga hidup dan kehidupannya.
Di sisi lain, masyarakat yang setuju dengan hukuman mati berpendapat bahwa pidana ini seharusnya diberlakukan terhadap pelaku kejahatan yang sangat keji, karena jika tidak dilaksanakan, dikhawatirkan tindakan kejahatan akan berulang. Hukuman mati dipandang sejalan dengan tujuan umum hukum pidana, yaitu mencegah terjadinya kejahatan dan melindungi kepentingan masyarakat. Pidana mati juga dianggap dapat memberikan efek jera kepada masyarakat.
Referensi:
Undang-Undang
Undang-undang Dasar Tahun 1945
Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Statuta Roma
Jurnal dan Website
Nurma Audina, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelanggaran Ham Berat: Tinjauan Hukum Nasional Dan Internasional” Jurnal Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam, No.1 Vol. 5, 2020
Maksum Rangkuti, Apa Itu Hukuman Mati?, fahum.umsu.ac.id, diakses pada tanggal 21 Agustus 2023
Arthur Sendric Nainggolan, Hukuman Mati, Menjunjung Keadilan atau Melanggar Hak Asasai Manusia?, Bandungbergerak.id, diakses pada tanggal 21 Agustus 2023