Baca juga: Legal Opinion Terhadap Kasus Pembunuhan Pria di Tangerang
Penyelidikan dan Proses Pidana Terkait Kasus Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib adalah seorang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Pendiri lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan yang disingkat (KontraS). Semasa hidupnya Munir selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran sesuai hukum yang berlaku tanpa takut oleh pihak manapun oleh karena itu terdapat beberapa pihak yang merasa terganggu oleh kehadiran Munir dan di tanggal 6 September 2004 Munir berangkat dari Jakarta ke Belanda untuk menempuh pendidikan di Universitas Utrecht, Amsterdam. Namun, sebelum pesawat tiba di Bandara Schipol, Amsterdam, Munir dinyatakan meninggal dunia.
Kasus ini tentu menjadi sorotan Internasional karena telah terjadi pembunuhan di pesawat udara yang dimana kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat karna telah terjadinya pembunuhan berencana oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Dianggap pembunuhan berencana karena setelah 2 bulan terjadinya kasus tersebut ditemukan racun arsenik dalam jumlah yang melebihi batas normal dalam tubuh Munir yang pada saat itu dituangkan ke dalam jus jeruk yang dikonsumsi oleh Munir. Penyelidikan terkait pembunuhan Munir terus dilakukan selama beberapa tahun tetapi tidak kunjung mendapatkan titir terang, namun hal tersebut tidak membuat Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) menyerah begitu saja untuk meminta keadilan atas terjadinya pembunuhan aktivis HAM yaitu Munir Said Thalib.
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) mendatangi Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (HAM) untuk meminta kejelasan mengenai penyelidikan pro justitia terhadap kasus pembunuhan Munir. Komisioner Komnas HAM menyatakan bahwa akan dilakukan konsinyering berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan dan menyatakan bahwa Komnas HAM akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan penyelidikan kasus ini.
Dalam proses pidana terkait kasus pembunuhan Munir telah ditetapkan beberapa tersangka, yang pertama ialah Pollycarpus Budihari Priyanto yang pada saat itu sebagai pilot pada pesawat yang dinaiki oleh Munir. Pada 20 Desember 2005, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhi hukuman 14 tahun penjara kepada Pollycarpus. Kemudian, pada tahun 2006 Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa Pollycarpus tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana pada Munir namun hanya terbukti bersalah karena telah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan, dari perbuatan tersebut Pollycarpus hanya dijatuhi hukuman 2 tahun penjara.
Pada tanggal 10 April 2007 ditetapkan tersangka baru, yaitu Indra Setiawan yang merupakan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia yang dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun. Pada tanggal 25 Januari 2008, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Kejaksaan Agung dengan terdakwa Pollycarpus dan menyimpulkan bahwa Pollycarpus akan dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun.
Baca juga: Bagaimana Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia?
Kerja sama dan Pertanggungjawaban Internasional dalam Kasus Pembunuhan Munir
Dalam kasus pembunuhan Munir tentu dibutuhkan kerja sama dan pertanggungjawaban Internasional karena pembunuhan Munir terjadi di dalam pesawat udara yang berangkat dari Jakarta menuju Bandara Schipol, Amsterdam, dan Munir diautopsi di Belanda maka dari itu perlu kerja sama serta pertanggungjawaban internasional karena Tim Delegasi yang dibentuk oleh Kabareskrim Polri membutuhkan atau harus memperoleh salinan otentik dari hasil autopsi Munir dengan ahli forensik Belanda. Terdapat 3 tuntutan spesifik yaitu sebagai berikut :
- Meminta kejelasan dari pihak pemerintah Belanda mengenai salinan autopsi Munir
- Agar parlemen mendesak pemerintah Belanda untuk memberikan klarifikasi mengenai hasil autopsi Munir
- Dibentuk Tim Independen yang bertujuan untuk menginvestigasi kasus ini dan mengawalnya sampai ke pengadilan agar segera diselesaikan
Baca juga: Berdasarkan Asas Lex Favor Reo, Ferdy Sambo Tidak Dapat Dieksekusi Mati?
Implikasi Terhadap Supremasi Hukum dan HAM Kasus Pembunuhan Munir
Supremasi hukum diartikan sebagai upaya menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Dalam kasus ini, implikasi terhadap supremasi hukum mencerminkan bahwa dalam penyelesaian kasus Munir sudah dijalankan atau sudah diterapkan sesuai dengan hukum yang ada atau tunduk pada hukum yang berlaku serta mengikuti semua proses hukum, hal inilah yang mencerminkan bahwa implikasi kasus ini terhadap supremasi hukum ialah semua kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat akan diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku, yang akan menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap semua penegak hukum dan merasa aman dan dilindungi dengan adanya hukum.
Implikasi kasus pembunuhan Munir terhadap Hak Asasi Manusia sudah mencerminkan bahwa di Indonesia serta di dunia sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) seseorang karena dapat kita lihat bahwa dalam kasus ini terjadi pembunuhan berencana yang tentunya telah menghilangkan Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu Hak untuk hidup yang seharusnya tidak boleh direnggut oleh pihak manapun.
Referensi:
KOMPAS.com, Komnas HAM Janji Selesaikan Penyelidikan Kasus Munir Akhir Tahun Ini, Suciwati : Ini Langkah Maju, amp.kompas.com, Diakses pada tanggal 11 Juli 2023.
Marlinda Oktavia Erwanti, 18 Tahun Kasus Munir, Ini Kronologi dan Investigasinya Hingga Kini, news.detik.com, Diakses pada tanggal 11 Juli 2023.
tempo.co, 18 Tahun Kematian Munir, Begini Kronologi Pembunuhan Aktivis HAM Itu dengan Racun Arsenik, nasional.tempo.co, Diakses pada tanggal 11 Juli 2023.
Respon (1)