PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Pengertian Hukum Acara Perdata

Avatar of Pinter Hukum
Hukum acara perdata

Hukum Acara Perdata adalah sekumpulan peraturan dan undang-undang yang mengatur tata cara dan prosedur dalam penyelesaian perkara perdata. Hukum Acara Perdata mencakup definisi dan jenis perkara perdata, bagaimana melaporkan dan mempresentasikan bukti, bagaimana memeriksa dan memperkarakan klaim, hingga bagaimana menjatuhkan putusan dan memberikan sanksi bagi pihak yang bersalah.

Tujuan dari hukum acara perdata adalah untuk memastikan bahwa proses penyelesaian perkara perdata dilakukan dengan adil, transparan, dan sesuai dengan asas-asas keadilan.

Baca juga: Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum perdata baik materil dan formil merupakan warisan dari hukum belanda hingga saat ini. Berbeda dengan hukum pidana yang sudah berkali-kali mendapat perhatian pembahasan dari Pemerintah dan DPR, hukum perdata bagai anak tiri hukum Indonesia yang tidak mendapat perhatian secara serius.

KUH Pidana sudah berkali-kali dibahas oleh Pemerintah dan DPR dan sudah dibuat suatu produk hukum pidana nasional yakni UU No. 1 Tahun 2023, sebaliknya alih-alih masuk Prolegnas (Program Legislasi Nasional) KUH Perdata tidak mendapat perhatian serius.

Begitu juga dengan Hukum Acara Perdata yang hingga kini masih menggunakan HIR/RBg sebagai hukum positif. Padahal hukum acara pidana sudah memiliki Undang-Undangnya sendiri sejak tahun 1981 dengan dikeluarkannya UU No. 8 Tahun 1981.

Pengertian Hukum Acara Perdata

Hukum acara merupakan manifestasi dalam mewujudkan hukum materil itu sendiri. Menurut Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil.

Baca juga: Pengertian Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah)

Hukum Acara Perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, cara memeriksa dan cara memutusnya, serta bagaimana pelaksanaan dari pada putusannya.

Subekti berpendapat hukum acara itu mengikuti hukum materiil, maka dengan demikian setiap perkembangan dalam hukum materiil itu sebaiknya diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya.

Tujuan Hukum Acara Perdata

Tujuan Hukum Acara Itu sendiri yaitu untuk mencegah tindakan main hakim sendiri sehingga akan tercipta tertib hukum dalam kehidupan masyarakat.

Hukum acara memberikan perlindungan hukum kepada subjek hukum untuk memperjuangkan hak-haknua sehingga mencegah perbuatan yang sewenang-wenang.

Sifat Hukum Acara Perdata

Dalam hukum acara perdata bersifat inisiatif, yaitu ada atau tidaknya suatu perkara tergantung dari seseorang atau beberapa orang yang merasa bahwa haknya atau hak mereka dilanggar.

Ini berbeda dengan hukum acara pidana yang tidak berpacu pada acanya inisiatif dari pelaor atau yang dirugikan. Misalnya apabila terjadi perkara tanpa adanya pengaduan, pihak yang berwajib harus terus bertindak dan diproses hingga tahap selanjutanya.

Sumber Hukum Acara Perdata

Hukum acara pada saat ini masih mengadopsi hukum acara yang dibuat oleh belanda yaitu HIR, RBg dan Rv. HIR merupakan singkatan dari Bahasa belanda yaitu Herzien Inlandsch Reglement yang diterjemahkan menjadi reglemen Indonesia yang diperbaharui, yaitu hukum acara dalam persidangan perkara perdata maupun pidana yang berlaku di pulau Jawa dan Madura.

Sedangkan RBg singkatan dari Recht voor de Buitengewest yang sering diterjemahakan sebagai Reglement Hukum Daerah Seberang (di luar pulau jawa dan Madura). Sedangkan Rv merupakan singkatan dari Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering yaitu hukum acara perdata dan pidana yang berlaku untuk golongan Eropa di jaman penjajahan.

Baca juga: Pengertian Hukum Pajak

Di jaman kolonial Belanda, HIR dan RBg merupakan undang-undang yang mengatur hukum acara bagi penduduk pribumi baik perdata maupun pidana. Perbedaannya HIR berlaku di pulau Jawa dan Madura sedangkan RBg berlaku di luar pulau Jawa dan Madura.

Namun saat ini hukum acara pidana yang terdapat dalam kedua aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi setelah diundangkannya undang-undang hukum acara pidana yaitu UU No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

Dalam praktiknya, Hukum acara perdata pada saat ini bukan hanya berpacu pada HIR, RBg dan Rv melainkan telah banyak dilengkapi dengan peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang mengalami perubahan sebanyak 2 kali menjadi UU No.5 Tahun 2004.

Baca juga: Mengenal Perbedaan Laporan Dan Pengaduan Dalam Hukum Acara Pidana Serta Prosedur Pelaksananya

Sehingga Hukum Acara Perdata saat ini diatur dalam berbagai peraturan yang terpisah. Selain itu Yurispurdensi, instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung, Doktrin, Adat Kebiasaan juga menjadi acuan dalam hukum acara perdata di Indonesia.

Kesimpulan

Belum adanya satu produk hukum untuk mengatur hukum acara perdata secara nasional di Indonesia menjadikan hukum acara perdata sebagai anak tiri dan dianggap sebagai ironi.

Padahal sudah lebih dari tujuh puluh tahun Indonesia merdeka, memiliki banyak ahli hukum, dan memiliki jutaan sarjana hukum, tetapi hingga kini kita masih belum mampu membentuk undang-undang hukum acara perdata sendiri.

Itu mengapa hukum acara yang dipakai di Indonesia masih buatan penjajahan belanda dan aturan yang digunakan sangat beragam dan belum adanya satu undang-undang yang mengatur tentang Hukum Acara Perdata.

Sumber Referensi

Dr. Yulia, S.H., M.H, Hukum Acara Perdata, Unimal Press, cetakan pertama, 2018.

Subekti, Acara Perdata, BPHN, Penerbit Bina Cipta, cetakan pertama, 1977.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *