Pengertian Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah)
Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) merupakan seperangkat hukum yang mengatur mengenai sanksi bagi tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari al-Qur’an dan Hadis.
Terdapat dua istilah dalam Hukum Islam yang sering digunakan untuk menyebut tindak pidana, yaitu jinayat dan jarimah. Istilah jinayat yang digunakan oleh para fuqaha atau ahli fiqih sama dengan istilah jarimah.
kedua istilah tersebut didefinisikan sebagai Hukum yang berisi larangan-larangan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt, yang pelanggarannya akan membawa kepada hukuman yang telah ditentukan-Nya.
Baca juga: Mengulas Makna Fiqih Siyasah
Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah) di Indonesia
Eksistensi Hukum Jinayat yang merupakan bagian dari Hukum Islam ini ternyata dapat kita temui dalam praktik Hukum Positif di Indonesia, terutama di daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Sedari dulu, Provinsi Aceh memang telah menjadi daerah yang istimewa dengan penerapan Hukum Islamnya.
Salah satu bentuk penerapan tersebut adalah Hukum Jinayat Aceh yang disahkan melalui Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat (Qanun Aceh No. 6/2014).
Kedudukan Hukum Jinayah ini semakin dikuatkan melalui pengakuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) yang menyatakan secara tegas tentang mengakui kebebasan beragama dalam artian bebas menjalankan ajaran agama bagi pemeluknya.
Hal tersebutlah yang kemudian menjadi fondasi kokoh bagi tegaknya Qanun Jinayat di Provinsi Aceh.
Baca juga: Pengertian Hukum Tumpul Ke Atas, Tajam Ke Bawah
Qanun Jinayat sendiri mengatur berbagai macam jarimah (perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam), pelaku jarimah, dan uqubuat (hukuman yang dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku jarimah).
Pada dasarnya, tindak pidana dalam Qanun ini merupakan konsolidasi dari beberapa Qanun Jinayat sebelumnya, yaitu khamar (minuman keras), maisir (pertaruhan) dan khalwat (pengasingan diri) yang ditambah dengan tindak pidana baru, seperti ikhilath (cumbu rayu), qadzaf (tuduhan zina palsu), liwath (sodomi), musahaqah (praktek lesbian), pelecehan seksual, dan pemerkosaan.
Qanun jinayat dalam praktiknya hanya berlaku bagi kalangan masyarakat Aceh yang beragama Islam saja, sedangkan bagi non-muslim tetap akan berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), terkecuali apabila mereka menundukan diri terhadap Qanun Jinayat tersebut.
Dalam hal ini juga terdapat pengecualian apabila tindak pidana yang dilakukan tidak diatur di dalam KUHP, maka masyarakat non-muslim yang melakukan jarimah tetap akan tunduk pada Qanun Jinayat. Hal tersebut dijelaskan di dalam Pasal 5 Qanun Aceh No, 6/2014.
Baca juga: Pengertian Ilmu Hukum
Implementasi syariat Islam di Aceh memang merupakan suatu hal yang spesial pada era modern ini. Otonomi suatu provinsi dalam negara telah memperbolehkan pelaksanaan sub-sistem hukum secara independen.
Hal ini merupakan suatu realita bahwa secara empiris syariat Islam di Aceh telah menjadi nilai yang hidup dalam masyarakat Aceh (existing values) selama berabad-abad.
Kesimpulan
Penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan Hukum Islam, terutama Hukum Pidana Islam dalam bentuk Qanun Jinayat dilaksanakan dalam rangka menjaga harkat dan martabat masyarakat Aceh agar tidak berbuat maksiat kepada Allah. Melalui pelaksanaan Qanun Jinayat tersebut, diharapkan berdampak pada berkurangnya tingkat pelanggaran syariat di tengah-tengah masyarakat Aceh serta dapat meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt.
Sumber Referensi:
Indonesia, Provinsi Aceh. Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat. Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014.
Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
Gayo, Ahyar Ari. “Aspek Hukum Pelaksanaan Qanun Jinayat di Provinsi Aceh.” De Jure 17 (Juni 2017).
Nurdin, Ridwan. “Kedudukan Qanun Jinayat Aceh dalam Sistem Hukum Pidana Nasional Indonesia.” MIQOT XLII (Juli-Desember 2018).
Respon (3)