Kehadiran COVID-19 membuat hampir seluruh negara bagian Eropa dan Amerika Serikat mengalami inflasi. Salah satunya kekurangan bahan baku dan energi yang terus melonjak. Respon lambat dan gagap pemerintah dalam merespon pandemi dengan menciptakan produk perundang-undangan yang mengakibatkan krisis ekonomi dan kesehatan bagi masyarakat. Serta melahirkan kebijakan yang dinilai mencekik kesengsaraan hidup rakyat.
Huru-hara kenaikan bahan baku minyak goreng yang mengejutkan masyarakat pada April 2022 ternyata belum usai. Saat ini, masyarakat dibuat gegana akibat sikap “plin-plan” pemerintah mengenai polemik panas kenaikan BBM. Unggahan yang tersebar di media sosial sejak 31 Agustus 2022 tentang wacana kenaikan BBM menjadi bara apinya, lalu pemerintah menginformasikan melalui aplikasi resmi MyPertamina bahwa BBM tetap stabil pada 1 September 2022. Namun masyarakat harus menelan pil pahit dari pemerintah, karena kehadiran unggahan resmi harga BBM alami kenaikan pada tanggal 3 September 2022.
Baca juga: Festival Hukum Nasional Volume I
Bukan hanya Pertamax, sejumlah BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar juga resmi naik mulai tanggal 3 September 2022. Harga BBM Pertalite dikabarkan naik dari yang semula Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter, sementara harga BBM Pertamax dari yang saat ini Rp 12.500 per liter naik menjadi Rp 14.500 per liter dan harga BBM Solar subsidi dari yang saat ini Rp 5.150 per liter naik menjadi Rp 6.800 per liter.
Sobat harus sadar, kabar resmi naiknya BBM akan menimbulkan dampak yang sangat mengkhawatirkan. BBM menjadi komoditas sentral sebagai roda penggerak untuk melakukan berbagai aktivitas. BBM juga menjadi salah satu pengantar dasar jalannya sendi-sendi perekonomian masyarakat, jika BBM naik otomatis komoditas harga lainnyapun akan ikut naik.
Baca juga: Konstitusi Ketatanegaraan Dalam Perspektif Agama Islam
Melirik komentar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dari kompas.com mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi masuk salah satu opsi pilihan pemerintah. Sebelumnya, rambu-rambu kuning mengenai kenaikan harga BBM juga telah diungkapkan oleh sejumlah menteri, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pemerintah memberi alasan, kenaikan harga BBM harus dinaikkan karena APBN menanggung subsidi energi sebanyak Rp 502,4 triliun pada tahun 2022. Jika harga BBM dibiarkan tidak segera dinaikkan, maka beban anggaran subsidi energi bisa menyentuh di angka Rp 600 triliun. Dalam unggahan terbaru laman Instagram Presiden Ir.Jokowi mengatakan “Anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah mencapai Rp502,4 triliun. Subsidi yang diprioritaskan untuk masyarakat kurang mampu itu, justru 70% dinikmati kelompok masyarakat yang mampu. Keputusan pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM ini adalah pilihan terakhir.”
Mempertegas kalimat BBM “bersubsidi” yang menjadi polemik beberapa hari ini mengalami kenaikan oleh pemerintah sebesar 9% di rasa mencekik dan menambah beban rakyat. Sama-sama kita cermati bahwa melambungnya penerima BBM bersubsidi, namun dilain sisi BBM bersubsidi juga mengalami naiknya harga. Artinya ada faktor kegagalan pemerintah dalam mengawasi penerima BBM bersubsidi. BBM bersbubsidi yang harusnya ranah milik rakyat miskin dan kurang mampu. Faktanya banyak dinikmati oleh kalangan atas. Dalam hal ini, pemerintah tekah lalai menjalankan amanat Perpres Nomor 191 tahun 2014.
Baca juga: Membaca Kesiapan dan Potensi Undang-Undang Cipta Kerja Terbaru
Merespon fenomena tersebut, aliansi ormawa LMND nasional melakukan aksi serentak menolak kenaikan harga BBM pada Kamis, 1 September 2022 di titik aksi Kantor Pusat Pertamina dan Kementrian ESDM, dengan mengusung 4 (empat) usulan, yaitu:
- Perubahan skema penyaluran BBM bersubsidi harus diatur dan diawasi agar peruntukannya tepat sasaran. Perlu ada revisi soal Perpres Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Jual Eceran Harga Bahan Bakar Minyak untuk mempertegas pihak-pihak yang berhak menerima subsidi.
- Pemerintah mengalihkan anggaran pembangunan yang tidak berhubungan langsung dengan kesejahteraan rakyat dan mengenakan pajak progresif bagi mereka yang memiliki kekayaan besar untuk menambal subsidi rakyat.
- Mempercepat kenaikan royalti batu bara dan pertambangan lain untuk menutup kebutuhan anggaran subsidi serta memaksimalkan pembangunan energi baru dan terbarukan untuk mengatasi krisis energi di masa depan.
- Melaksanakan Pasal 33 UUD 1945, pembangunan industrialisasi nasional dengan membangun kilang-kilang minyak baru untuk mendorong kemandirian dalam sektor migas.
Baca juga: SEJARAH DINASTI POLITIK DI INDONESIA
Walaupun aksi masa yang dilakukan oleh mahasiswa maupun LSM telah meluap dari setiap penjuru daerah, agaknya pemerintah tetap akan menaikkan harga BBM. Penulis berharap apapun bentuk permasalahannya, kesejahteraan dan keadilan masyarakat adalah poin utamanya. Karena ciri dari negara demokrasi adalah kekuasaan serta kedaulatan dipegang penuh oleh rakyat dan dijalankan oleh pemerintah untuk menjalankan hak dan wewenangnya atas nama rakyat. Semoga aspirasi mahasiswa di setiap penjuru daerah bisa menjembatani suara rakyat dan pemerintah hingga melahirkan keputusan yang menciptakan keadilan dan kesejahteraan bersama.
Sumber:
Perpres Nomor 191 tahun 2014
Pasal 33 UUD 1945