Kasus Berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT)
Kasus mengenai Tindak Pidana Korupsi berupa suap yang dilakukan ketua Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto. Oleh karena itu, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada oknum-oknum yang bersangkutan.
Baca juga: Polemik Mantan Narapidana Korupsi Diperbolehkan Daftar Calon Legislatif
Firli Bahuri menjelaskan mengenai perkara penanganan awal mengenai perkara suap proyek yang dilakukan oleh Basarnas yang melibatkan ketua Basarnas dan Letkol Afri Budi Cahyanto. Firli mengatakan bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK dilakukan pada hari Selasa (25/72023), lalu KPK melakukan penyidikan serta melakukan penangkapan terhadap Alfiandi, Letkol Afri Budi Cahyanto, dan sejumlah pihak sewasta antara lain, yaitu Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati bernama Mulsunadi Gunawan(MG), Dirut PT Kindah Abadi Utama bernama Roni Aidil (RA), dan Korsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto (ABC), dimana hal tersebut terjadi di Jakarta Timur, Bekasi, dan Jawa Barat. Serta ditemukan beberapa alat bukti transaksi dugaan suap dengan dana sejumlah Rp 999,7 Juta.
“Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh KPK yang berada didalam kegiatan Operasi Tangkap Tangan dalam Penyidikan dan Penyelidikan, hingga Menetapkan para pelaku sebagai tersangka telah sesuai prosedur dan mekanisme terhadap aturan serta mekanisme yang berlaku” kata Firli pada Sabtu (22/7).
Baca juga: Tindak Pidana Korupsi: Akar Masalah dan Upaya Penanganannya
Status Hukum Kepala Basarnas
Firli memastikan bahwasanya dalam kronologi tersebut terdapat tersangka yang memiliki status TNI aktif, dimana hal tersebut mengharuskan untuk mengunakan mekanisme penyelesaian perkara di Peradilan Militer. Oleh karena itu, dalam kasus Operasi Penangkapan Tangan ini melibatkan berbagai pihak penegak hukum terutama pihak pusat kepolisian Militer TNI. Penyelidikan yang dilakukan oleh KPK bertujuan untuk memastikan perkara yang diduga melakukan penyalahgunaan dana serta menemukan barang bukti kuat yang digunakan untuk menetapkan tersangka dalam melakukan suapan.
Dalam proses Operasi Tangkap Tangan (OTT), TNI merasakan keberatan terutama dalam penetapan tersangka Kabasarnas, hal tersebut disampaikam di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023). Danpuspom TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko mengatakan :
“OTT Kami terima dari berita media, dari berita tersebut kami kirim tim untuk melakukan rapat ke KPK. Disana berkoordinasi, kemudian yang tertangkap tangan dalam hal ini Letkol ABC sudah berada disana”, kata Agung, Jumat (28/7/2023).
Oleh karena itu, Agung mengatalan lebih lanjut, bahwa akan melakukan gelar perkara dalam memberikan keputusan mengenai penetapan tersangka yang dibuktikan dengan alat bukti yang ada. Lebih lanjut, Agung Handoko mengatakan mengatakan bahwa Puspom TNI merasa keberatan terhadap penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK diawal, khususnya pelaku memiliki status aktif dalam TNI, karena pada dasarnya dalam penetapan yang berkaitan terhadap militer terutama TNI, maka harus mengikuti proses hukum anggotanya.
Hal tersebut dijelaskan secara rinci oleh Kresno bahwa dalam peradilam militer sendiri memiliki aturan dalam hal penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga tahap eksekusi. Dalam proses persidangan, yang dimana hal tersebut diatur dalam Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang menyatakan bahwa “Prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal hukum pelanggaran pidana umum yang diatur dalam undang-undang” dan hal tersebut ditegaskan juga pada Pasal 74 yang menyebutkan bahwa “Ketentuan dalam Pasal 65 berlaku pada saat Undang-Undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan”. Oleh karena itu, dalam penahanan hanya dilakukan oleh 3 pihak TNI yang memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas tersebut.
“Pertama adalah Ankum, yaitu seorang atasan yang memiliki hak untuk menghukum, kedua adalah Polisi Militer, dan ketiga adalah Oditur Militer, dan selain ketiga jabatan tersebut maka tidak memiliki wewenang dalam melakukan penahanan dan penangkapan” ungkap Kresno dalam jumpa pers.
Oleh karena itu, KPK memberikan respon tindak lanjut terhadap kesalahan tersebut serta mengakui kekeliruan terkait penegakan hukum terhadap kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Marsdyah TNI Henri Alfian (HA), dan menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut.
“Dalam pelaksanaan tangkap tangan, bahwa tim menemukan serta mengetahui adanya keterlibatan anggota TNI dan kami paham tim penyidik kami mungkin melakukan kekhilafan dan kelupaan, bahwa manakala ada yang melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, dan bukan kami yang menangani, bukan KPK. Karena Lembaga peraturan peradilan diatur ada empat lembaga peradilan antara lain peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama” Wakil Ketua KPK Johanis Tanah, di KPK, Jumat (28/7/2023).
Baca juga: Quo Vadis Korupsi Sebagai Kejahatan
Ancaman Hukum Bagi Basarnas
Lebih lanjut, dalam peristiwa yang dilakukan oleh Kepala Basarnas dalam Perkara suap yang dilakukan oleh tersangka maka hal tersebut tentunya melanggar ketentuan Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dilakukan perubahan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai perubahan dari Undang-Undang 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Akan tetapi, Henri Alfiandi dan Arif Budi Cahyanto memiliki keterikatan status sebagai TNI aktif, maka karena hal tersebut kasus tersebut harus diserahkan ke Puspom TNI. Akan tetapi, kasus tersebut tetap ditangani dengan keterlibatan gabungan dari penyidik KPK dan Puspom TNI. Karena hal tersebut sesuai terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa “Komisi Pemberantasan Umum memiliki wewenang dalam melakukan mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bersama-bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum” Juncto Pasal 89 KUHP.
Referensi:
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Internet
Akbar Gumat, “Firli Buka Suara Kasus Dugaan Suap Basarnas jelaskan kronologi awal”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230729154528-12-979415/firli-buka-suara-kasus-dugaan-suap-basarnas-jelaskan-kronologi-awal , diakses pada 1 Agutus 2023.
Bernardy Ferdiansyah, “Kronologi Polemik OTT KPK terhadap ketua Basarnas yang disebut TNI tidak sesuai prosedur”, https://narasi.tv/read/narasi-daily/kronologi-polemik-ott-kpk-terhadap-ketua-basarnas-yang-disebut-tni-tidak-sesuai-prosedur , diakses pada 2 Agustus 2023.
Prayogi Dwi Sulistyo, Nikola Harbowo, “ Ketua KPK : Penetapan pelaku dugaan korupsi di Basarnas sesuai prosedur hukum”, https://www.kompas.id/baca/polhuk/2023/07/29/lanjutkan-penegakan-hukum-dugaan-korupsi-di-basarnas , diakses pada 1 Agustus 2023.
Rivan Awal Lingga, “ Firli jelaskan kronologi kasus OTT Kabasarnas sesuai prosedur”, https://apahabar.com/post/firli-jelaskan-kronologi-kasus-ott-kabasarnas-sesuai-prosedur-lknxhemd , diakses pada 3 Agustus 2023.