Konteks Hukum dan Alasan Mengizinkan Kampanye
Kampanye merupakan bagian yang penting dan berpengaruh dalam partai politik maka dari itu setiap partai politik berlomba-lomba untuk melakukan kampanye dalam jangkauan yang luas yang bertujuan untuk memikat atau mengambil hati masyarakat, perlu diketahui bahwa masyarakat yang dapat memberikan suara dalam kegiatan Pemilihan Umum (pemilu) ialah setiap warga negara Indonesia yang sudah berumur 17 tahun dan yang belum berumur 17 tahun tetapi sudah atau pernah kawin.
Dari pernyataan diatas salah satu hal yang dapat kita ketahui bahwa warga negara Indonesia yang memilih hak untuk memberikan suara untuk kegiatan pemilu minimal berumur 17 tahun.
Dalam Pasal 280 ayat (1) huruf H UU Pemilu, berbunyi :
“Pelaksana, peserta dan tim kapanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”
Pasal diatas telah direvisi karena salah satu anggota DPRD DKI Jakarta keberatan dan tidak setuju bahwa tempat ibadah menjadi salah satu tempat atau wadah bagi partai politik untuk melakukan kampanya. Pasal 280 ayat (1) huruf H UU pemilu setelah direvisi berbunyi :
“Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”
Dari pernyataan-pernyataan diatas, kita dapat mengetahui bahwa satuan pendidikan merupakan tempat yang dapat dijadikan wilayah kampanye dan sampai hari ini belum ada pihak yang merasa dirugikan dan keberatan akan kebijakan tersebut dibuktikan dengan belum adanya pihak yang menggugat mengenai hal tersebut.
Salah satu alasan bahwa satuan pendidikan dijadikan wilayah kampanye ialah karena warga negara indonesia yang wajib dan berhak memberikan suara ialah minimal berumur 17 tahun, dan di umur 17 tahun tentu kita masih duduk di bangku sekolah maka dari itu, salah satu tempat yang dijadikan sebagai tempat kampanye ialah lingkungan sekolah termaksud juga di wilayah kampus karena para mahasiswa juga masih dianggap sebagai pemilih pemula.
Dengan melakukan kampanye di satuan pendidikan, para mahasiswa dan siswa mendapat edukasi dan dapat menilai setiap partai politik yang akan dipilih dalam kegiatan pemilu nantinya yang bertujuan untuk menghindari adanya golongan putih (golput), asal pilih dan kemungkinan-kemungkian lain yang bisa terjadi.
Baca juga: Dimana Ruang Pemuda dalam Penyelenggaraan Pemilu?
Reaksi dan Kontroversi Terhadap Putusan Kampanye MK
Dengan tetapnya kebijakan bahwa wilayah pendidikan menjadi salah satu tempat untuk melakukan kegiatan kampanye menimbulkan berbagai reaksi, ada yang setuju dan bahkan ada yang menentang atau keberatan akan hal tersebut.
Bagi yang setuju bahwa satuan pendiidikan dijadikan wilayah kampanye karena mereka berpendapat bahwa hal tersebut harus dilakukan karena sekitar 60 persen pemilih yang baru beranjak dewasa belum pernah melakukan pemilihan, dan untuk mengindari para pemilih pemula untuk memberikan suara kepada calon pemimpin hanya berdasarkan janji-janji manis saja bukan berdasarkan visi, mis, dan program kerjanya.
Namun terdapat beberapa pihak yang tidak sependapat jika satuan pendidikan atau wilayah pendidikan dijadikan salah satu tempat untuk melakukan kegiatan kampanye karena menurut mereka jika tujuan dilakukannya kampanye di dalam wilayah pendidikan untuk memberikan edukasi kepada pemilih pemula maka seharusnya hal tersebut dilakukan oleh Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Para calon dari berbagai partai politik jadi tidak perlu turun langsung ke wilayah sekolah dan kampus karena dianggap apabila para calon yang akan menduduki jabatan tertentu yang turun langsung untuk memberikan edukasi maka mereka hanya akan berlomba-lomba untuk mengambil hati para mahasiswa dan siswa-siswi agar dapat dipilih nantinya dalam Pemilhan Umum (Pemilu).
Baca juga: Filsafat Hukum Secara Umum Filsafat Pemilu Bermartabat: Seri Filsafat Pemilu
Dampak Diperbolehkannya Kampanye di Sekolah
Dengan diperbolehkannya melakukan kegiatan kampanye di satuan pendidikan, menimbulkan berbagi dampak positif dan negatif, dampak positif dengan diperbolehkannya kegiatan kampanye di lingkungan sekolah ialah menambah pengetahuan bagi para pemilih pemula mengenai para calon yang akan mereka pilih nantinya, dan meminimalisir adanya sifat apatis, namun dampak negatif dengan diperbolehkan kampanye di satuan pendidikan ialah seperti yang sudah dijabarkan diatas, yang dimana para calon dari berbagai partai hanyak akan berlomba-lomba agar dipilih nantinya, dapat menimbulkan perselisihan antar para pemilih pemula dikarenakan perbedaan pendapat dalam memilih calon yang akan dipilih nantinya dan sebagainya.
Namun dari beberapa dampak negatif diatas tentu telah dipertimbangkan dengan matang oleh para pemangku jabatan dari berbagai aspek maka masyarakat tidak perlu khawatir namun apabila dikemudian hari kebijakan atersebut merugikan beberapa pihak termaksud para pemilih pemula maka Pasal 280 ayat (1) huruf H UU Pemilu dapat digugat ke Mahkamah Konsitusi.
Referensi :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Rika Pangesti, Putusan MK Izinkan Kampanye di Sekolah, Kemenko PMK Wanti-wanti Satuan Pendidikan Tak Boleh Dijadikan Arena Politik Praktis, tvonenews.com, Diakses pada tanggal 29 Agusutus 2023