PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia

Pandangan Islam Terhadap Pemanfaatan Barang Gadai

Avatar of Pinter Hukum
islam
Gadai

Pemanfaatan Barang Jaminan atau Marhun

Mengenai pemanfaatan barang jaminan, Jumhur fuqaha berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil suatu manfaat barang jaminan tersebut, sekalipun rahin mengizinkannya, karena hal ini termasuk kepada hutang yang dapat menarik manfaat, sehingga bila dimanfaatkan termasuk riba. Nabi SAW. bersabda: 

فھوربا منفعة جرى قرض كل

    As-Syafi’i berpendapat tentang pemanfaatan barang jaminan, bahwa rahin boleh memanfaat borg tersebut dengan tanpa izin dari murtahin dengan syarat tidak poleh berkurangnya nilai dari barang tersebut.

Baca juga: HUTANG JATUH TEMPO? APAKAH DILARANG DALAM ISLAM?

Seperti untuk mengendarainya, menempatinya, dan lain-lain. Jika menyebabkan jaminan berkurang seperti sawah, kebun, rahin harus meminta izin kepada murtahin.

Untuk murtahin, Imam asy-Syafi’i berpendapat akan ketidak bolehan murtahin untuk memanfaatkan rahn, karena barang itu bukan miliknya secara penuh.

Marhun yang berkedudukan sebagai tanggungan hutang itu, selama ada di tangan murtahin hanya merupakan amanat, kepemilikannya masih tetap pada rahin, meskipun tidak merupakan milik sempurna yang memungkinkan pemiliknya bertindak sewaktu-waktu terhadap miliknya itu.

Dengan demikian pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh rahin  sebagai pemilik, maupun murtahin sebagai pemegang amanat, kecuali ada izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan.

Baca juga: PENGERTIAN DAN SIFAT GADAI (RAHN)

Hak murtahin terhadap marhun hanya pada keadaan atau sifat kebendaannya saja yang mempunyai nilai, tidak pada guna dan pemungutan hasilnya.

Murtahin hanya berhak menahan borg, tidak berhak menggunakan atau mengambil hasilnya. Mengingat bahwa barang gadai adalah milik pemberi gadai (rahin), dan pemegang gadai yang hanya mempunyai hak menahan, sebenarnya tidak mempunyai kewenangan tindakan kepemilikan atasnya, maka pemegang gadai tidak mempunyai kewenangan untuk menggadaikan lagi ke pihak ketiga.

Dimungkinkannya benda gadai ada pada pihak ketiga juga turut membantu dapat terjadinya gadai kedua oleh kreditur, sekalipun seharusnya dengan persetujuan dari pemberi gadai yang pertama.

Dalam hal demikian, kedudukan pemegang gadai yang kedua lebih kuat dari yang pertama, sebab benda gadai ada padanya. Jadi mengalihkan gadaian dari pihak kedua ke pihak ketiga bisa dilakukan selama ada izin dari pihak pertama.

Barang gadai adalah amanat di tangan penerima gadai, karena ia telah menerima barang itu dengan izin nasabah (orang yang menggadaikan). Jika barang jaminan itu rusak di luar kesalahan para pihak maka pihak pemegang gadai (murtahin) tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang gadai tersebut. 

Dalam problem muamalah , eksploitasi maupun ketidakadilan sering terjadi. Dalam hal simpan pinjam misalnya, Islam melarang untuk mengenakan denda jika pembayaran hutang tidak tepat pada waktunya, karena prinsip hutang adalah tolong menolong orang lain (tabarru’) dan tidak dibolehkan mengambil keuntungan dalam tabarru’.

Di samping itu, pengambilan keuntungan sepihak dalam transaksi muamalah juga dilarang dalam Islam, yang dikenal dengan istilah riba nasi’ah dimana ada kesepakatan untuk membayar bunga dalam transaksi hutang piutang atau pembiayaan.

Dalam hal ini satu pihak akan mendapatkan keuntungan yang sudah pasti sedangkan pihak yang lainnya hanya menikmati sisa keuntungannya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 2, telah diungkapkan dimana Allah melarang adanya pelanggaran atau keuntungan sepihak, selain itu pula Islam dalam pedomannya yakni al-Qur’an dan hadits memerintahkan kepada kaum muslimin yang beriman untuk tidak mencari kekayaan dengan cara yang tidak benar baik bisnis ataupun transaksi lainnya harus sah berdasarkan al-Qur’an dan al-hadits serta adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Baca juga: Gadai

Oleh karena itu kerjasama antara seorang manusia merupakan sebuah kebutuhan, dan kebutuhan itu bisa berbagai bentuk, misalnya dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan uang. Dalam kondisi seperti ini orang bisa melakukan beberapa alternatif guna mendapatkan uang, salah satu alternatif tersebut misalnya dengan menggadaikan barang atau lebih dikenal dengan istilah borg(rahn) yang mana merupakan sebuah akad utang piutang yang disertai dengan barang jaminan.

Secara terminologis dijelaskan bahwa gadai (rahn) adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut dapat dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan jaminan tersebut.

Pemanfaatan barang gadai dapat dilihat dari berbagai aspek seperti berikut:

Pemanfaatan oleh rahin

Rahin berhak mengambil manfaat dari rahn serta berhak mengembangkan karna pada hakikatnya barang tersebut merupakan miliknya hanya saja pada kondisi ini dijadikan sebagai jaminan atas utangnya.

Pemanfaatan oleh murtahin

Jumhur ulama berpendapat bahwa murtahin tidak diperbolehkan memanfaarkan rahn karna barang tersebut bukanlah miliknya, dan apabila barang itu tetap diamnfaatkan maka hal itu termasuk riba.

Namun murtahin boleh mengambil manfaat bilaman hanya untuk sekedar pemeliharaan dan kebutuhan yang memenag diperlukan olehnya.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *