PINTER HUKUM
#1 Platform for Legal Education and Consulting • Penyedia Layanan Jasa Hukum Terlengkap dan Terpercaya di Indonesia
Berita  

Kegiatan Pertambangan Ilegal di Teluk Kelabat Merugikan Masyarakat Desa Pangkal Niur

Tambang illegal

Kepulauan Bangka Belitung terkenal dengan kekayaan hasil alamnya. Mulai dari segi hasil laut, hasil perkebunan, maupun pertambangan. Pertambangan yang paling menjadi sorotan utama di Bangka Belitung terutama ialah Tambang Timah. Tambang timah bisa disebut sebagai salah satu mata pencaharian utama bagi masyarakat Bangka Belitung. Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemasok terbesar biji timah di Indonesia.

Bahkan kepulauan Bangka Belitung dikenal luas sebagai penghasil Timah putih (Stannum) di pasar internasional dengan merk Bangka Tin. Tetapi di sektor pertambangan juga banyak menimbulkan masalah, entah itu masalah lingkungan maupun masalah antar kelompok.

Permasalahan ini telah terjadi beberapa kali dalam beberapa tahun kemarin, masalah ini timbul akibat ada suatu kepentingan maupun perbedaan kepentingan. Kehadiran perusahaan-perusahaan tambang swasta baru dan penambangan TI juga menambah satu lagi masalah yang muncul akibat pertambangan, tak di pungkiri lagi bahwa perusahaan telah mengambil alih lahan-lahan untuk dijadikan wilayah tambang menggerus segala yang ada untuk dijadikan alat pertahanan dalam kemajuan perusahaan. Banyak pelaku tambang yang melakukan penambangan tanpa perizinan atau ilegal.

Baca juga: Tambang Rakyat Inkonvensional di Kawasan Desa Nibung Kabupaten Bangka Tengah

Dengan adanya pertambangan timah membuat pendapatan masyarakat Bangka Belitung meningkat. Peningkatan pendapatan dapat dirasakan oleh sebagian masyarakat Bangka Belitung. Walaupun demikian tidak semua masyarakat mengalami peningkatan pendapatan, terdapat pula masyarakat yang dirugikan karena adanya pertambangan seperti para nelayan. Para nelayan merasa dirugikan karena ekosistem laut dicemari oleh adanya kegiatan pertambangan, seperti yang terjadi di Teluk Kelabat.

Pertambangan timah ilegal di wilayah Bangka memang sudah tak asing lagi di telinga. Para penambang yang nakal, terus melakukan aksinya tanpa rasa takut. Para penambang timah di Teluk Kelabat merupakan orang-orang dari luar daerah, bukan masyarakat setempat. Mereka datang melakukan kegiatan pertambangan tanpa adanya izin dari pihak setempat, bahkan mereka telah merusak ekosistem di Teluk Kelabat yang merugikan masyarakat lokal terutama bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan.

Baca juga: Dampak NGO Berplat Merah Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja

Sering kali Masyarakat setempat yang mana wilayahnya di gunakan untuk pertambangan ilegal menolak, namun tak dihiraukan sama sekali seperti yang di lakukan oleh masyarakat Desa Pangkal Niur. Dimana masyarakat memberontak terhadap pelaku penambangan ilegal yang ada di Teluk Kelabat.

Penulis: Nuryani, Fenita, Erma Sahrani, Gabrina Rizka, Ilman Apriansyah, Ridwan Hanif
Penulis: Nuryani, Fenita, Erma Sahrani, Gabrina Rizka, Ilman Apriansyah, Ridwan Hanif

Telah banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pangkal Niur dalam mempertahankan Teluk Kelabat. Namun, upaya yang mereka lakukan tak kunjung mendapatkan respon dari pihak manapun. Hal ini sungguh miris bagi masyarakat Desa Pangkal Niur,” kami telah mengajukan surat kepada pemerintah setempat mengenai adanya kegiatan pertambangan ilegal yang ada di Teluk Kelabat, namun kami tidak mendapatkan respon sama sekali.” Ujar bapak

(A) dari hasil wawancara yang kami lakukan dengannya. Bapak (A) sendiri merupakan salah satu warga asli dari desa Pangkal Niur dan bermata pencaharian sebagai nelayan. Ia dan teman- temannya merupakan nelayan yang merasakan dampak dari adanya kegiatan pertambangan di wilayah Teluk Kelabat. Bapak (A) juga bilang bahwa ia dan masyarakat desa pernah melakukan demonstrasi terhadap pelaku pertambangan, bahkan mereka pernah melakukan perang ketapel dengan para penambang timah, 9 ponton dibakar serta rumah tempat tinggal penambang timah ikut dibakar oleh masyarakat, 2 disita dan 1 diamankan. Setelah adanya peristiwa tersebut kegiatan pertambangan sempat berhenti, namun tak lama kegiatan pertambangan aktif kembali bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Satwa Yang Boleh Diburu dan Yang Tidak Boleh Diburu?

Diduga permasalahan ini ada unsur dari oknum-oknum tertentu yang menjadi bekingan. Sampai saat ini penambang masih beroperasi walaupun hasil yang didapatkan tidak sebanyak waktu kebelakang, aparat kepolisian sering melakukan razia di daerah lain,tapi tidak di daerah tersebut entah apa yang menjadi alasan mereka. Para nelayan yang paling merasakan akibat dari adanya kegiatan pertambangan, dimana hasil dari tangkapan nelayan berkurang. Tempat nelayan biasanya mengambil ikan telah di alihkan sebagai lokasi pertambangan. Pohon bakau pun sudah banyak dihancurkan demi mendapatkan lokasi pertambangan.

Hal ini sangat disayangkan sekali karena dimana masyarakat lokal atau setempat hanya bisa menyaksikan tanah mereka yang dibabat habis oleh para penambang timah ilegal tersebut dari luar. Karena tidak hanya itu saja, sebagian besar dari mereka yang berprofesi menjadi nelayan terpaksa berhenti dikarenakan hasil tangkap yang semakin hari semakin menipis dan daerah mereka untuk mencari ikan telah digunakan oleh para penambang ilegal. Sampai hari ini pun, para masyarakat di Pangkalniur masih mengharapkan adanya keadilan bagi mereka untuk dapat merebut kembali daerah mereka yang telah diambil secara paksa oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab.

Untuk saat ini kegiatan pertambangan ilegal masih aktif bahkan sudah ada beberapa masyarakat lokal yang mulai ikut menambang juga. Tak banyak hal yang bisa dilakukan oleh warga desa Pangkal Niur dalam mempertahankan Teluk Kelabat. Hal ini dikarenakan belum adanya respon yang diberikan oleh pemerintah terkait pertambangan ilegal yang terjadi di Teluk Kelabat.

Baca juga: Organisasi Buruh dan Pesan Perubahan

Masyarakat yang masih bertahan dengan memperjuangkan Teluk Kelabat sering melakukan pengecekan wilayah. Pengecekan ini dilakukan hampir setiap Minggu oleh warga desa setempat. Mereka hanya bisa berharap bahwa pemerintah dan pihak aparat negara mendengarkan suara mereka serta bisa bertindak tegas terhadap para pelaku penambangan ilegal.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *