Identitas Buku
Judul buku : Transnasionalisme (Peran Aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional)
Penulis : Aria Tri Dara Yuliestiana, Desak Putu Sinta Suryani, Dias Khadijah Kinanthi, Cazadira Fediva Tamzil, Puti Parameswari, Rachmayani dan Amira Waworuntu.
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun terbit : 2018
Cetakan : Pertama
Jumlah halaman : 282
ISBN : 978-602-433-693-6
Resensi
Para penulis buku “Transnasionalisme : Peran Aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional” ini merupakan para mahasiswa pasca sarjana Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Keseluruhan topik yang diangkat dalam buku ini merupakan pembahasan yang minor dan sering sekali dilupakan oleh masyarakat awam, seakan-akan kehadiran objek-objek yang diteliti dalam buku ini tidak begitu penting dalam tatanan bermasyarakat.
Secara keseluruhan, buku ini kaya dengan kajian ilmu Hubungan Internasional karena diposisikan untuk membahas permasalahan yang dianggap under-rated namun memiliki pengaruh yang begitu kompleks dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, secara khususnya hubungan antar-negara.
Tulisan-tulisan yang dibentangkan dalam buku ini meneropong Hubungan internasional lewat peran aktor non-negara dalam kontribusinya menjadikan tatanan dunia yang lebih berkeadilan, membebaskan segala bentuk penderitaan, mereka yang termarjinalkan, mereka yang terdiskriminasi serta mereka yang bisu termasuk binatang atau satwa yang tidak mampu menyuarakan kepentingannya, sekaligus memberdayakan masyarakat internasional lewat partisipasi aktif untuk mengatasi masalah-masalah lintas negara.
Baca juga: Resensi Buku: Segi Hukum Terhadap Implikasi Covid-19 di Indonesia
Buku ini merupakan bahan bacaan yang sangat tepat bagi mahasiswa hukum internasional maupun mahasiswa hubungan internasional karena ke-kompleks-an nya dengan mengemas pembahasan bagaimana aktor non-negara bekerja melintasi tapal batas negara dalam mengadvokasi, memperjuangkan isu yang menjadi kepedulian mereka serta berjuang untuk memengaruhi agenda politik internasional yang masih sangat minim.
Pembahasan mengenai gerakan sosial (transnational movement, transnational activities dan transnational network) menjadi salah satu pembahasan yang justru banyak dimuat dalam buku-buku sosiologi maupun ilmu politik dengan mengangkat isu-isu yang bisa dibilang sama setiap tahunnya.
Seperti isu pemilu, hak asasi manusia dan lain sebagainya, yang tentu saja akan jauh lebih menarik apabila dikemas dengan materi-materi yang menautkan permasalahan lintas negara seperti yang menjadi pokok pembahasan dalam buku ini.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa advokasi transnasional yang dilakukan oleh aktor non-negara mengalami perkembangan yang sangat panjang untuk mendapatkan pengakuan serta mendapatkan tempat tersendiri di masyarakat internasional.
Oleh karena demikian, pembahasa tentang advokasi transnasional dan peran aktor non-negara bisa dimaknai sangat luas dan kompleks.
Dalam buku ini, konsep tersebut lebih mudah dipecah menjadi konsep-konsep kecil yang lebih beragam, seperti advokasi transnasional dan aktor non-negara.
Konsep aktor non-negara membahas tentang bagaimana relasi aktor masyarakat sipil, negara dan struktur politik internasional serta bagaimana aktor non-negara melakukan kegiatan advokasi transnasional yang dibungkus dalam konteks demokrasi dan dilandasi oleh perjuangan untuk pemenuhan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Dengan defenisi ini, artinya seleksi terhadap pilihan teori dan kasus atau isu empiris yang dikaji harus dibaca dalam konteks sebagai upaya untuk membangun tata kelola demokratik dan dilandasi pemenuhan serta penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Untuk kita ketahui bersama, konsep advokasi merujuk pada tiga hal, pertama, transnasional yang dimaknai sebagai advokasi oleh aktor non-negara dengan jangkauan advokasi dan aktivitasnya yang melintasi batas negara.
Transnasional jenis ini bukan hanya menunjuk advokasi kelompok sosial terhadap permasalahan kenegaraan terhadap pemerintah berdaulatnya, namun juga terjalin atas antarnegara, antarkawasan maupun dimensi global.
Kedua, advokasi transnasional yang merujuk pada fokus isu empiris berdimensi internasional yang diadvokasi, seperti isu Hak asasi manusia (HAM), perempuan, masyarakat adat maupun isu lingkungan.
Ketiga, transnasional yang merujuk pada aktor yang keberadaannya di luar tapal batas suatu negara yang biasanya dapat berbentuk jaringan antara beragam kelompok serta individu atau bisa juga gerakan yang lebih terkonsolidasi yang sering dikategorikan sebagai gerakan sosial.
Baca juga: Resensi Buku: Teori dan Kapita Selekta Kriminologi
Semua artikel ataupun tulisan yang terangkum dalam buku ini membahas tentang transnasional advocacy, transnasional movement atau transnasional activities yang disusun berdasarkan diskursus politik gagasan (politics of ideas) atas isu yang menjadi agenda advokasi.
Politik gagasan tersebut oleh norm entrepreuneurs dikontestasikan dalam bentuk advokasi atau mobilisasi lewat contentious politics (politik perlawanan) yang dihadapkan dengan aktor negara, korporasi atau aktor politik internasional lainnya untuk mendukung atau melawan dominasi aktor yang dinilai menjadi penyebab dalam permasalahan lintas negara.
Buku ini tersusun atas 3 bab yang masing-masing bab berisikan tentang sudut pandang masing-masing penulis terhadap permasalahan yang diangkat. Secara ringkas akan diuraikan sebagai berikut:
Bagian pertama diisi dengan 3 tulisan, bertajuk Narasi tentang advokasi transnasional dalam self-determination di Timor Timur oleh Arivia Tri Dara Yuliestiana.
Tulisan ini membahas peran serta Indonesia dalam menanggapi advokasi yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok simpatisan asal timor-timur untuk mendesak pemerintah melakukan self-determination atas keadaan yang dinilai sudah tidak dapat menolerir keanggotaan timor timur sebagai bagian dari Indonesia.
Tulisan kedua bertajuk Bali tolak reklamasi, nada pergerakan dari Pulau Dewata oleh Desak putu sinta suryani. Tulisan ini menjabarkan tentang penolakan dari advokasi masyarakat bali atas pelaksanaan reklamasi pantai yang diperuntukkan untuk membangun kompleks pariwisata yang lebih menguntungkan bagi pulau dewata, namun disisi lain membawa dampak yang merusak drastis terhadap permasalahan lingkungan disekitarnya.
Tulisan ketiga di bagian ini bertajuk 1965 International People’s Tribunal, Aksi rakyat pemutus lingkaran kebisuan oleh Dias Khadijah Kinanthi yang memaparkan tentang insiden besar di Indonesia, kasus pembantaian oleh sekelompok komunis pada 30 September atau yang sekarang kita kenal dengan istilah G30SPKI, dimulai dari menjabarkan akar permasalahan hingga bagaimana respon pemerintah Indonesia atas advokasi yang secara perlahan muncul dari rakyat Indonesia untuk mengakhiri periode terror.
Bagian kedua diisi dengan 3 tulisan, bertajuk Advokasi World Society for the Protection of Animals untuk isu kesejahteraan hewan oleh Cazadira Fediva Tamzil.
Melalui tulisan ini, penulis menjabarkan secara kompleks bagaimana strategi yang dilakukan oleh organisasi internasional untuk mengangkat isu kesejahteraan hewan menjadi isu sentral dan dipertimbangkan dalam keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh pemerintahan inggris dan dapat diaplikasikan di negara-negara commonwealth.
Tulisan kedua di bagian ini bertajuk Gerakan transnasional untuk perubahan, Greenpeace Detox Campaign on Fashion oleh Puti Parameswari yang mendetailkan tentang permasalahan pencemaran air sungai akibat aktivitas industrialism yang dijalankan oleh industri pakaian yang tidak seimbang antara angka penjualan dengan angka produksinya dengan balutan advokasi masyarakat sipil dengan membentuk gerakan Greepeace Detox Campaign yang ditujukan kepada pelaku industri fashion besar di China.
Tulisan ketiga di bagian ini bertajuk Perjuangan Kaum Tani La Via Campesina oleh Rachmayani. Tulisan ini menjabarkan secara detail bagaimana strategi yang dijalankan oleh kelompok La Via Campesina untuk menyasar kebijakan kedaulatan pangan di kawasan Amerika Latin, Amerika Utara, Asia, Karibia, Timur Tengah, Afrika dan Eropa.
Bagian terakhir dari buku ini diisi dengan tulisan bertajuk Optimalisasi Information and Communication Techologies sebagai pendukung gerakan advokasi dalam revolusi mesir 2011 oleh Amira Waworuntu.
Tulisan ini membahas tentang advokasi yang dilakukan oleh masyarakat mesir secara terorganisir sebagai respon atas kebijakan pemerintah mesir yang memblokir akses media internasional dan nasional selama revolusi mesir berlangsung.
Kelebihan
Buku bertajuk “Transnasionalisme: Peran Aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional” ini hadir dengan pembahasan yang super komplit terkait dinamisnya hubungan internasional melalui pemilihan topik yang ringan dan realis yang disajikan dengan cara ataupun interpretasi yang sederhana karena hanya mengulik advokasi yang dilakukan oleh kelompok masyarakat untuk menutupi permasalahan lintas negara yang sedang terjadi.
Bagian paling menarik dari buku ini ialah, penampilan sejarah dan latar belakang permasalahan yang teramat detail, juga dilengkapi dengan dialog-dialog dari wawancara langsung yang dilakukan oleh penulis.
Kelemahan
Karena buku ini tersusun atas ide-ide maupun gagasan-gagasan penulis dalam skripsi dan thesis yang mereka angkat, mengakibatkan banyaknya terminologi yang sulit untuk ditangkap oleh pembaca,.
Sekalipun editor telah menyediakan glosarium yang menampilkan beberapa istilah ataupun singkatan yang dinilai akan sulit untuk di-interpretasikan oleh pembaca.
Baca juga: Resensi Buku: Laut dan Masyarakat Hukum Adat
Kesimpulan
Secara keseluruhan buku yang bertajuk “Transnasionalisme: Peran Aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasional” ini tersusun atas materi yang kompleks dengan pembahasan yang lengkap dan mendetail.
Saya sangat menyarankan kepada para pembaca untuk terlebih dahulu memahami hukum internasional maupun hubungan internasional secara dasar, karena buku ini memang diperuntukkan sebagai bahan bacaan untuk mahasiwa hubungan internasional maupun mahasiswa hukum internasional.
Setelah membaca buku ini, saya sangat mengharapkan akan semakin banyaknya bermunculan kegiatan-kegiatan advokasi yang dilakukan oleh organisasi internasional dengan isu lintas negara yang mereka bawa, agar semakin memperkaya studi hubungan maupun hukum internasional kedepannya.